KABAR SUKA DAN DUKA TERUMBU KARANG PULAU WAWONII
Oleh: Jibriel Firman Sofyan (Reef Check Indonesia)
Pengambilan data dalam rangkaian #XPDCSULTRA berakhir di kawasan perairan Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan. Hari ini, seluruh tim melakukan pengamatan terakhirnya. Kami, dua tim ekologi, membagi wilayah penyelaman di sekitar pulau ini.
Tim A menyisir titik-titik penyelaman di bagian utara pulau, dan Tim B menyisir menyelam di bagian selatan dan timur pulau. Saya sendiri tergabung di tim B sebagai pengamat ikan besar (big fish) (>35cm).
Kami punya kabar suka dan duka terkait kondisi terumbu karang di perairan Pulau Wawonii. Di selatan pulau yang saya selami, perairan yang jernih dan ikan–ikan beragam kami temui. Namun, hal ini terbalik dengan kondisi terumbu karang yang ada.
Dampak dari aktivitas perikanan yang destruktif dapat dilihat dari kondisi terumbu karang di perairan tersebut. Kami memprediksi, terumbu karang yang luluh lantak berkeping-keping (rubble) pada site ini merupakan salah satu akibat dari aktivitas perikanan destruktif tersebut.
Terumbu karang merupakan sekelompok hewan laut yang memiliki sel sengat. Semasa hidupnya, terumbu karang memproduksi zat kapur yang membentuk skeleton (kerangka kapur) sebagai penyusun utama terumbu dalam ekosistem terumbu karang.
Secara biologis, hewan karang memerlukan waktu yang tidak sebentar untuk membentuk struktur kerangka kapur tersebut. Kerangka yang kita kenal sebagai terumbu karang yang indah berwarna-warni. Sehingga, sedih rasanya melihat kondisi terumbu karang pada perairan ini yang hancur.
Tapi, kami juga punya kabar suka dari bawah sana. Di site penyelaman yang kami survei, senang sekali menjumpai proses rekrutmen (pemulihan kembali) karang. Kami mengamati, pada area-area kepingan pecahan karang (rubble) yang ada pada site ini, telah kembali ditumbuhi anakan-anakan karang berukuran di bawah 10 cm.
Tentunya, hal ini merupakan kabar baik! Kita percaya bahwa mekanisme alam secara normal akan membawa kembali kepada keseimbangan. Hanya saja, pemulihan ini perlu waktu yang tidak sebentar. Jangan sampai, aktivitas manusia yang dilakukan pada area tersebut menambah kerusakan kembali, dan menghambat rekrutmen karang yang terjadi. Kalau perlu, dibuat aturan untuk tidak dilakukan aktivitas manusia untuk sementara waktu, demi kepulihan ekosistem.