JAGA HUTAN KARENA HUTAN AKAN MENJAGAMU
Oleh: Jelfi
WWF melakukan survei terhadap varietas pangan lokal di tiga desa di Kabupaten Katingan: Tewang Karangan, Dahian Tunggal, dan Tumbang Lawang. Dalam faktanya, masyarakat lokal di Kalimantan Tengah – tidak seperti masyarakat di Sumatera dan Bali yang dikenal dengan pertanian yang lebih maju – lebih dikenal sebagai pengumpul langsung dari hutan. Oleh karena itu, mereka sangat bergantung pada ketersediaan sumber daya alam dari Hutan. Hal ini menjadi tantangan dimana saat ini, fenomena konversi lahan, terutama untuk perkebunan kelapa sawit, secara bertahap mengurangi ketersediaan lahan sebagai pusat persediaan makanan lokal.
Namun, survei yang dilakukan pada awal Desember menunjukkan bahwa sekitar 42 hingga 62 persen sumber makanan non-padi masih dikumpulkan langsung dari hutan. Hasilnya menguatkan fakta bahwa masih ada jumlah ketergantungan yang besar terhadap hutan. Sebagai tambahan, seorang peneliti dari Universitas Palangkaraya telah menemukan bahwa terdapat beberapa sayuran lokal yang mengandung lebih banyak vitamin C dibandingkan tomat. Fakta ini menekankan bahwa kekayaan nabati dapat dimanfaatkan dari berbagai jenis makanan lokal.
WWF juga melakukan survei varietas liar di Katingan Hilir, Sebangau. Dari situ ditemukan bahwa Kalimantan Tengah memiliki lebih banyak varietas ikan gabus dibandingkan dengan tempat lain di Indonesia. Terdapat sekitar 6 varietas lokal yang ditemukan, di antaranya Toman (Channa micropeltes), Bujuk (Channa lucius), Gabus/Haruan (Channa striata), Mihau (Channa bankanensis), Kerandang (Channa pleurophthalma) dan Peyang (Channa marulioides).
Kedua survei tersebut juga menunjukkan bahwa masih banyak variasi sumber makanan lokal di Kalimantan Tengah; sebuah modal untuk ketahanan pangan di tingkat regional. Keanekaragaman hayati tersebut harus dilindungi sebagai ketahanan pangan di masa depan dengan melibatkan pemangku kepentingan, baik dari pemerintah maupun sektor swasta. Sebagai perbandingan, terdapat sejumlah sumber ikan di Danau Sembuluh, Seruyan yang pada tahun 2013 telah lenyap karena berbagai alasan.
Selain melakukan survei untuk beragam jenis ikan, WWF turut membantu masyarakat setempat dengan melakukan kerjasama dengan Koperasi Lauk Sumber Pembelum Syariah (KLSPS) yang kini telah berhasil mentransformasikan diri menjadi pembeli lokal terkemuka yang mendapat manfaat dari penggemukan di 13 desa di Katingan. KLSPS membeli ikan dari nelayan dengan harga lebih tinggi, sekaligus memotong jalur tengkulak yang pernah bertindak sebagai pembeli tunggal untuk nelayan. Pihak KLSPS langsung menjualnya ke pasar tradisional di Kalimantan Tengah, dengan demikian turut menaikkan harga ikan untuk masyarakat nelayan sekitar 30%.
Dengan membantu masyakarat nelayan dalam hubungan pasar, mereka berhasil menikmati keuntungan dan kesadaran lebih akan pentingnya kesehatan alam Hutan Sebangau yang pada akhirnya akan memberi mereka jumlah ikan yang melimpah. Karena seifat hutan sebagai bank ikan, serta memastikan arus sungai Sebangau sebagai habitat ikan. Mereka mulai sadar bahwa jika masyarakat mampu melindungi hutan, hutan akan menyediakan mereka sumber makanan.