EKSPORTIR PRODUK KEHUTANAN INDONESIA DAN IMPOTIR BELANDA BERTEMU UNTUK SELARASKAN PANDANGAN
Jakarta – Hari ini, 12 Juni 2012 perusahaan – perusahaan konsesi hutan alam di Indonesia yang berkomitmen tinggi mengelola hutan mereka dengan menerapkan skema FSC (Forest Stewardship Council) bertemu wakil – wakil pembeli dari pasar internasional di Jakarta. Skema FSC merupakan skema pengelolaan hutan baik yang memperhatikan tiga hal utama, yaitu ekologi, lingkungan dan sosial.
Di Indonesia SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) telah diterapkan sejak tahun 2009 untuk memastikan bahwa semua produk kayu yang diperdagangkan dan beredar di pasar memiliki status legalitas yang bisa dipertanggung jawabkan. Hal ini mampu menaikkan kredibilitas produk kayu Indonesia di mata konsumen dunia sekaligus menambah posisi tawar para produsen kayu. Dengan mempertemukan hasil penerapan skema SVLK dan FSC diharapkan akselerasi perdagangan kayu legal Indonesia diterima pasar. The Borneo Initiative (TBI) bekerjasama dengan WWF-Indonesia menggelar pertemuan bisnis antara para pengusaha hutan yang telah menerapkan SVLK/ FSC dengan para pembeli kayu dari manca negara.
”Sertifikasi FSC memberikan jaminan pengelolaan hutan secara lestari, yang memperhatikan pelestarian lingkungan dan aspek keadilan sosial. Kita berikan apresiasi kepada perusahaan yang telah mendapatkan sertifikasi FSC, ini semakin menambah kepercayaan terhadap pengelolaan hutan di Indonesia,"" kata Direktur Konservasi WWF-Indonesia Nazir Foead. Pertemuan bisnis ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi terhadap perolehan sertifikasi SVLK/ FSC diantara konsesi hutan serta industri kayu di Indonesia. Selain itu, terciptanya hubungan bisnis baru antara perusahaan - perusahaan Belanda dan Indonesia.
“Kami bangga bisa ambil bagian dalam upaya sertifikasi hutan di Indonesia. Sebelumnya, hanya 1,1juta Ha hutan tersertifikasi FSC, atau hanya 2% saja dari seluruh hutan produksi Indonesia. Namun, sejak tahun 2009 The Borneo Initiative membantu failitasi 26 perusahaan dengan total 2,6 juta Ha menuju sertifikasi FSC. Dari jumlah tersebut, enam konsesi telah memperoleh FSC, tiga konsesi akan segera menyusul tahun ini,” ungkap Anggota Board The Borneo Initiative Jesse Kuijper. “Sekarang sertifikasi FSC mulai menguat di Indonesia, saatnya mendukung perusahaan – perusahaan kayu tersebut dengan membangun jaringan pasar yang mengapresiasi produk kayu FSC”.
Menurut catatan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) terdapat sekitar 100 unit usaha hutan alam yang masih memiliki ijin operasi yang setara dengan 23 juta Ha. Hal ini berarti jumlah hutan di Indonesia untuk dikelola secara lestari masih sangat besar. The Borneo Initiative (TBI) memfokuskan kemitraan dengan perusaahaan – perusahaan di pulau Kalimantan. Sampai Januari 2012, TBI telah memfasilitasi 26 perusahaan anggota APHI dengan luasan sekitar 3 juta Ha. Dari 26 perusahaan tersebut maka sejumlah lima perusahaan sudah memperoleh sertifikasi SVLK/ FSC, yaitu PT. Suka Jaya Makmur, PT. Narkata Timber (41,540 Ha), PT Sarpatim (216,550 Ha), PT Belayan River Timber (97,500 Ha) dan PT Rodamas Timber (69,230 Ha).
WWF-Indonesia, selaku organisasi konservasi juga memfasilitasi perusahaan – perusahaan pengelola hutan alam melalui program Global Forest and Trade Network (GFTN). Perusahaan – perusahaan konsesi hutan alam yang berkomitmen tinggi mengelola hutan mereka dalam menerapkan Pengelolaan Manajemen Baik/ Best Management Practice (BMP), bekerjasama dengan GFTN menjaga hutan mereka dengan mengindahkan aspek konservasi demi keberlangsungan spesies serta masyarakat yang hidup bergantung pada hutan. Karena kesamaan visi dengan TBI inilah, pertemuan temu bisnis diselenggarakan.
Terkait dengan capaian di atas, Ketua Kelompok Kerja Nasional/ Pokjanas Heart of Borneo (HoB) Dr. Andi Novianto mengungkapkan, “Pokjanas HoB menyambut baik bergabungnya lima perusahaan konsesi dengan The Borneo Initiative, apalagi tiga diantaranya berada di dalam kawasan HoB. Skema FSC yang sejalan dengan SVLK merupakan salah satu upaya mendukung visi Inisiatif HoB yaitu pembangunan berkelanjutan melalui mekanisme pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management)” ujar Dr. Andi Novianto menambahkan.
Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) skema FSC dan SVLK sebagai sebuah langkah awal menuju perdagangan bertanggung jawab merupakan satu elemen strategis untuk praktik Pengelolaan Manajamen Baik/ Best Management Practice (BMP) dan tercapainya hutan lestari yang hasilnya mampu diterima di antara perusahaan dan bisnis di manapun di dunia.
***
Catatan untuk Editor:
The Borneo Initiative.
The Borneo Initiative adalah yayasan non-profit yang berbasis di Belanda, dan mendedikasikan diri untuk memperlambat laju degradasi dan hilangnya tutupan hutan di kawasan tropis, dengan fokus perhatian di kawasan Borneo. Dengan kantor di Belanda dan Jakarta, bantuan yang diberikan berfokus pada konsesi hutan yang mengelola hutan alam melalui pengelolaan hutan lestari sesuai dengan kaidah dan prinsip Forest Stewardship Council (FSC). The Borneo Initiative memperoleh sumber pendanaan dari sektor swasta-termasuk perusahaan konstruksi the Royal BAM Group NV dan Bouwfonds Property Development serta sejumlah asosiasi perumahan, dan konsumen kayu Indonesia yang tidak kalah pentingnya. Sebagai tambahan, pendanaan diperoleh dari Pemerintah Belanda (Dutch Sustainable Trade Initiative, IDH) dan organisasi sosial. www.theborneoinitiative.org
Heart of Borneo
Heart of Borneo (HoB) merupakan inisiatif tiga negara yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, dan Malaysia berdasarkan prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan untuk hutan tropis dataran tinggi di Borneo. Inisiatif Heart of Borneo bertujuan untuk menjaga dan memelihara kelestarian salah satu hutan terbaik Borneo yang masih tersisa, untuk kesejahteraan generasi sekarang dan masa datang. Heart of Kalimantan atau Jantung Kalimantan adalah wilayah Indonesia dalam Heart of Bornoe. Pada 12 Februari, 2007, pemerintah Brunei Darussalam, Indonesia dan Malaysia mendeklarasikan komitmen untuk menjaga dan mengelola kawasan Heart of Borneo secara lestari. Kawasan ini meliputi kurang lebih 23 juta hektar hutan yang terhubung secara ekologis di tiga negara. Untuk informasi lebih lanjut kunjungi www.heartofborneo.or.id
WWF-Indonesia. WWF-Indonesia merupakan bagian independen dari jaringan WWF dan afiliasinya, organisasi pelestarian global yang bekerja di 100 negara di dunia. Visi WWF-Indonesia adalah pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia untuk kesejahteraan generasi sekarang dan di masa mendatang. Sedangkan misi WWF-Indonesia mencakup: promosi etika pelestarian yang kuat, kesadaran serta aksi di kalangan masyarakat Indonesia; fasilitasi upaya multi pihak untuk melindungi keanekaragaman hayati dan proses ekologis dalam skala ekoregional; melakukan advokasi kebijakan, hukum dan penegakan hukum yang mendukung upaya pelestarian; dan promosi pelestarian bagi kesejahteraan masyarakat, melalui pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. (www.wwf.or.id)
Global Forest & Trade Network (GFTN).
GFTN-Indonesia adalah salah satu inisiatif WWF untuk mengeliminasi pembalakan liar (illegal logging) dan mendorong peningkatan manajemen hutan. Dengan memfasilitasi jaringan perdagangan antar perusahaan yang berkomitmen dalam mencapai dan mendukung kehutanan bertanggungjawab, GFTN menjunjung tinggi sertifikasi hutan yang independent, berbasis multi pihak sebagai sebuah alat yang penting dalam mendorong manajemen hutan dan perdagangan produk-produk kayu bertanggungjawab sepanjang rantai bahan baku. Melalui skema keanggotaan, GFTN – Indonesia saat ini memiliki 38 perusahaan anggota (12 HPH/ HTI dan 26 perusahaan industri) (www.wwf.or.id/gftn)
Untuk pertanyaan atau informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
- Rizal Bukhari, Direktur The Borneo Initiative Indonesia, bukhari@theborneoinitiative.org, +62 815 1433 9591
- Aditya Bayunanda, Koordinator GFTN-Indonesia, WWF-Indonesia abayunanda@wwf.or.id +62818265588
- Dita Ramadhani, Responsible Trade and Networking Coordinator, WWF-Indonesia, dramadhani@wwf.or.id. +62821 100 79992