DUKUNG KONSERVASI BADAK JAWA, PELARI GAUNGKAN GERAKAN ZERO-WASTE
Matahari belum terbit sepenuhnya di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda (Tahura Djuanda) pada 5 Oktober 2025, tapi suasana penuh semangat sudah menghangatkan kawasan pelestarian alam di Kabupaten Bandung itu. Sejak pukul setengah enam pagi, dentuman musik energik bergema, menyambut ratusan penggemar olahraga lari berpakaian seragam kuning yang mulai berdatangan. Mereka mengawali dengan pemanasan sendiri-sendiri. Seorang pelari terlihat memutar pergelangan kaki, sementara yang lainnya meletakkan satu kakinya di atas bangku taman, lalu mendorong badannya ke bawah sampai batas maksimal. Mereka siap menempuh jalur lintas alam sejauh 6 kilometer.
Mereka adalah para pelari baik, peserta Eco Echo Trail Run, sebuah charity run yang diinisiasi oleh WWF-Indonesia bersama SalingJaga –asuransi dari Kitabisa-. Ajang olahraga ini digelar untuk mengajak publik menyusuri hutan kota, dan merasakan langsung koneksi dengan alam. “Kita berlari untuk satu misi: menjaga alam, saling jaga alam, saling jaga kita semua. Setiap lintasan yang akan kita lalui, kita menyuarakan yang tidak bisa bersuara. Kali ini kita menyuarakan badak jawa. Jadi satu misi mulia yang kita terus gemakan. Jangan lupa, jangan pernah ada meninggalkan sampah!” demikian pesan Direktur Partnership WWF-Indonesia, Rusyda Deli yang memberi motivasi lebih besar bagi para pelari.
Pada pukul enam, peserta bersiap di garis start. “Lima, empat, tiga, dua, satu!” seru Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan sambil mengangkat bendera WWF-Indonesia, bersamaan dengan Rusyda yang mengangkat bendera SalingJaga dan Direktur Utama SalingJaga, Bryan Silfanus yang membunyikan terompet mini. Tanda “flag off” tersebut menjadi aba-aba bagi para pelari memulai langkah mereka.
Sepanjang rute, para pelari melintasi beragam medan – mulai dari aspal, jalan tanah yang menanjak dan berbelok, hingga melewati gua Belanda yang gelap, dengan pepohonan rimbun Tahura menanungi perjalanan mereka. “Udara sepanjang jalur lari terasa lebih dingin dan segar daripada waktu di titik start,” kata seorang pelari, Irfan Alfian menggambarkan bagaimana ia terkoneksi dengan alam.
Para pelari sejatinya telah menyelesaikan satu misi kebaikan untuk menggaungkan dan berkontribusi langsung pada konservasi satwa liar, khususnya badak jawa. Saat ini, badak jawa berstatus Critically Endangered menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature/Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam). Habitat satwa ikonik ini hanya tinggal di Taman Nasional Ujung Kulon. Tanpa populasi cadangan, mereka terancam akibat perkawinan sedarah, penyakit, hilangnya habitat, dan perburuan. Badak jawa tak bisa bersuara dan menyelamatkan diri sendiri. Maka, saat ini WWF-Indonesia bersama mitra-mitranya tengah mengupayakan pelestarian badak jawa dengan melakukan perlindungan habitat, pemantauan populasi, hingga edukasi masyarakat.
Selain mengangkat isu konservasi badak jawa, acara ini juga mengusung pesan zero-waste dan menjadi sarana edukasi publik untuk mendorong masyarakat lebih bijak dalam mengelola sampah. Pesan tersebut disampaikan melalui berbagai kegiatan, seperti talk show, workshop upcycle bersama Bumitorri, edukasi interaktif Panda Mobile, zumba bersama Asri Welas dan rekan-rekan, serta penampilan musik. Seluruh rangkaian ini diharapkan menumbuhkan kepedulian terhadap kelestarian hutan, keanekaragaman hayati, dan pentingnya menjaga ekosistem yang menjadi penopang kehidupan.
Pada kesempatan itu, Wali Kota Bandung, Farhan menyampaikan kondisi pengelolaan sampah di kotanya. Ia menjelaskan bahwa Bandung menghasilkan 1.600 ton sampah setiap hari, namun, baru 190 ton yang berhasil dipilah, diolah, dimanfaatkan, dan dimusnahkan. Pemerintah menargetkan peningkatan pengelolaan hingga 500 ton sampah per hari pada Juni 2026. “Itu pun masih tersisa 1.100 ton per hari (yang belum terkelola),” ujarnya.

Farhan lalu berpesan pada masyarakat untuk mulai mengubah pola pikir dalam pengelolaan sampah. “Kita ubah paradigma. Sudah bukan lagi waktunya ‘buang sampah pada tempatnya’ karena tempatnya sudah tidak ada. Tapi, sampah hari ini harus habis hari ini. Jadi, sampah harus dipisahkan, diolah, dimanfaatkan, dan terakhir dimusnahkan,” tegasnya.
Pesan Farhan diperkuat dalam sesi talkshow yang menghadirkan Program Manager Plastic Smart Cities WWF-Indonesia, Sekti Mulatsih, Pelaksana Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, Hanifan Adi Nugroho dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Tahura Ir. Djuanda Bandung, Lutfi Erizka, dengan moderator Brigita Manohara dan Asri Welas. Dalam diskusi yang berlangsung informatif itu, Hanifan menjelaskan bahwa dari enam juta ton sampah di Jawa Barat, baru 49 persen yang berhasil dikelola. Ia menekankan pentingnya peran semua pihak dalam pengelolaan sampah sejak dari sumber, sementara pemerintah provinsi menyiapkan dukungan dana bagi desa atau kelurahan yang mampu menjalankan pengelolaan sampah secara optimal.Masalah sampah juga menjadi satu isu yang mengkhawatirkan di Tahura. Lutfi Erizka menyebut pengunjung masih sering membuang sampah kemasan plastik sembarangan. Timbulan sampah mencapai sekitar 100 kilogram dalam beberapa hari. “Seringkali kita agak kewalahan membereskan sampahnya,” ujarnya. Untuk mengatasinya, pengelola Tahura berkolaborasi dengan berbagai komunitas melakukan aksi bersih-bersih dan mendorong pemilik warung menyediakan dispenser air berbayar agar pengunjung bisa mengisi ulang tumbler.
Menanggapi isu sampah, Sekti Mulatsih mengungkapkan bahwa WWF-Indonesia melalui program Plastic Smart Cities berupaya mencegah kebocoran sampah ke laut dengan mendorong penguraan penggunaan plastic sekali pakai dan pengelolaan limbah yang ada. WWF-Indonesia juga gencar mengedukasi Masyarakat, termasuk lewat kegiatan Eco Echo Trail Run ini. “Jadi, harapannya teman-teman yang hadir di sini nanti akan pulang, kemudian mengedukasi sekitarnya bahwa kita bisa tanpa plastik sekali pakai. Ayo kita kurangi!” katanya.
Penjelasan para narasumber mendapat tanggapan positif dari peserta, salah satunya Khafid, yang menekankan pentingnya kesadaran individu dalam mengelola sampah. “Kita harus sadar bahwa kita adalah penghasil sampah. Berarti kita harus mengurangi dari diri sendiri. Kalau belum bisa, kita bisa ‘nebeng’ membuang melalui (penyedia layanan) seperti Bumitorri. Kalau tidak ada pelayanan, kita harus memilah sendiri,” katanya.
Sementara itu, Bumitorri sebagai mitra pengelolaan sampah, mencatat total 74,15 kilogram sampah dihasilkan dari acara ini terdiri dari 40,05 kilogram sampah organik. 18 kilogram sampah nonorganic, dan 16,1 kilogram residu. Sampah organik dan anorganik dikirim ke pengelola daur ulang, sedangkan residu ditangani oleh Dinas Lingkungan Hidup.
Usai kegiatan, para pendukung Eco Echo Trail Run menyampaikan pesan kolaborasi untuk Lingkungan. Direktur Bisnis Bank Neo Commerce, Aditya Wahyu Windarwo, menegaskan dukungan perusahaannya terhadap prinsip keberlanjutan dan pelestarian alam. “Kami berharap dengan support kami dapat membantu pelestarian lingkungan dan juga memberikan awareness (tentang lingkungan) kepada masyarakat dan juga komunitas lari pada khususnya,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Utama SalingJaga, Bryan menyerahkan donasi untuk pelestarian satwa liar kepada WWF-Indonesia dan mengajak peserta untuk terus menjaga lingkungan. “Kami melindungi pelari tidak hanya dari segi finansial, karena jika bumi tidak terjaga, perlindungan itu tak ada artinya”, ujarnya. Ia menekankan, perlindungan tak hanya soal finansial, tetapi juga menjaga bumi tempat kita hidup bersama. Harapannya, setelah hari ini dukungan kita semua untuk saling menjaga lingkungan dan saling menjaga kita semua bisa terus berlanjut, tutupnya.