DR CRISTINA EGHENTER – MISI ‘GANDA’ UNTUK SEBUAH MASA DEPAN YANG BERKELANJUTAN
Kebanyakan dari kita akan mengisi hidup dengan mengejar sebuah misi, tetapi bagi Deputi Direktur Pengembangan Sosial WWF-Indonesia, Dr. Cristina Eghenter, satu misi tidaklah cukup!
Diantara sekian banyak perjanjian kemitraan dan aktivitas di Indonesia dan di daerah, Cristina bekerja dengan masyarakat adat di Dataran Tinggi Heart of Borneo (HoB) untuk menguatkan peranan dan visibilitas masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan dan agenda-agenda konservasi. Beliau mendukung aktivitas-aktivitas yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memastikan konservasi alam dan kultur sosial mereka di Dataran Tinggi HoB. Pengembangan desa, pembangunan berkelanjutan dan konservasi asset-aset alam – sebuah tindakan ganda yang sulit untuk dilakukan di belahan bumi bagian manapun – bahkan mungkin lebih sulit di Borneo, dengan ancaman yang tiada akhir dari ekspansi kayu, kelapa sawit dan pertambangan.
Cristina mengakui bahwa perjanjian kemitraan ini merupakan proyek yang paling menantang tetapi bermanfaat selama lebih dari 15 tahun beliau bekerja di konservasi dan pengembangan masyarakat di HoB, terutama di Propinsi Kalimantan Timur, Indonesia.
Beliau gemar mendeskripsikan proyek ini sebagai sebuah proyek ‘katalisator’, sebuah inisiatif yang walaupun berskala kecil dan terfokus, namun dapat membangkitkan ketertarikan yang cukup dan dukungan untuk menciptakan pengaruh jangka panjang yang nyata, terutama manfaat-manfaat ekonomi dan sosial bagi para Masyarakat Adat dari Dataran Tinggi HoB, yang telah mempionirkan langkah-langkah alternatif dan berkelanjutkan untuk pembangunan di kawasan Borneo.
Seorang ahli antropologi dengan pekerjaan lapangan dan pengalaman riset yang cukup banyak di dalam interior Borneo (pada saat masih belajar di Apau Kayan (Data Dian), beliau dianugerahkan nama asli Dayak yaitu Awing), sekitar 10 tahun yang lalu, tidak lama setelah bergabung dengan WWF, beliau mengunjungi Dataran Tinggi Krayan untuk pertama kalinya. Kawasan ini memiliki pegunungan berlereng lembut yang ditutupi hutan lebat, dan lembah lebar yang dijalin oleh sawah, taman dan perkebunan buah yang menciptakan sebuah lansekap yang unik dan nyaman dibuat oleh manusia dan alam. Kawasan ini merupakan daerah penangkapan air yang sangat penting bagi Pulau Borneo. Beberapa area megalithics dan kuburan merupakan saksi dari sejarah panjang keberadaan manusia di kawasan tersebut.
Apa yang membuat area itu spesial adalah tanah air bagi masyarakat Lundayeh, Kelabit dan Sa’ban yang telah berbagi kultur yang kuat dan dekat, keterkaitan keluarga dan sejarah, hingga saat ini. Eco-land kultur ini secara administratif terbagi oleh garis batas internasional antara dua negara berdaulat, Indonesia dan Malaysia.
Pada tahun 2004, komunitas masyarakat Dataran Tinggi Sarawak, Sabah (Malaysia) dan Krayan (Indonesia) meresmikan Formasi Masyarakat Adat (FORMADAT) Dataran Tinggi Borneo, sebuah inisiatif masyarakat lintas batas untuk memperkuat komunikasi dan pengertian mengenai masyarakat Dataran Tinggi Borneo, dan mempromosikan pembangunan berkelanjutan di tanah air mereka. Sejak mulainya inisiatif ini, Cristina menawarkan kemitraan WWF-Indonesia dan telah menolong dalam memfasilitasi dukungan dan peningkatan kapasitas bagi FORMADAT untuk melestarikan identitas budaya mereka, membangun kesadaran yang lebih kuat atas hak-hak mereka, dan mengembangan alternatif-alternatif ekonomi yang berkelanjutan secara lingkungan hidup, sosial dan ekonomis.
FORMADAT telah memulai dan mendukung alternatif-alternatif pengembangan ekonomi untuk Dataran Tinggi: ekowisata berbasis masyarakat dan mempromosikan produk-produk premium seperti beras organik lokal, garam gunung, kayu manis dan lain sebagainya, dibawah bendera Green&Fair Product (G&F), serta inisiatif WWF-Indonesia untuk menguatkan produksi adil dan berkelanjutan, dan jalur-jalur pasar untuk produk-produk lokal.
Cristina menyadari bahwa beliau sering diingatkan dan diminta oleh para kepala adat di Dataran Tinggi untuk melakukan hal yang lebih bagi ekonomi lokal. “Tanpa manfaat-manfaat ekonomi dan memberikan dampak pada mata pencaharian lokal, konservasi adalah sebuah pergerakan yang hampa,” kata Cristina. “Masyarakat adat dan masyarakat lokal merupakan mitra kunci dalam pembangunan berkelanjutan,” lanjutnya. Hal ini merupakan tantangan dalam konservasi di HoB, untuk mampu belajar dari masyarakat lokal, bekerja dan bermitra dengan mereka untuk menciptakan masa depan yang berkelanjutan.