DOKTER HEWAN YANTI, BERANI BERJUANG DEMI “KEMERDEKAAN” HARIMAU SUMATERA
Oleh: Natalia Trita Agnika
Tingginya semangat perayaan kemerdekaan ke-71 Republik Indonesia terlihat dari banyaknya atribut merah putih yang menghiasi berbagai tempat. Perlombaan demi perlombaan dilaksanakan dengan begitu meriah hingga ke pelosok kampung. Media sosial pun diwarnai dengan aneka foto dan status yang menunjukkan respon atas kemerdekaan yang sudah dirasakan selama 71 tahun, lengkap dari berbagai sisi. Dari sekian banyak respon atas HUT ke-71 RI, lebih banyak yang mempertanyakan apa yang sudah dicapai negara ini. Tak sedikit pula yang menuntut perbaikan atas kondisi yang dianggap masih belum mencerminkan kemerdekaan. Jarang yang bertanya, “Apakah karyaku sudah memberikan kontribusi positif dalam mengisi kemerdekaan ini?”
Dari sekian banyak orang yang sudah berkontribusi positif bagi bangsa ini, terselip nama drh. Yanti. Pemilik nama lengkap Erni Suyanti Musabine ini pernah menghebohkan media sosial karena dengan berani berada satu perahu dengan harimau Sumatera yang harus segera dievakuasi. Kala itu, 28 Oktober 2015, drh. Yanti merelokasi dua individu harimau, jantan dan betina, dari BKSDA Bengkulu ke kawasan konservasi Taman Wisata Alam (TWA) Seblat di Kabupaten Bengkulu Utara. Harimau jantan merupakan korban konflik dengan manusia, sedangkan harimau betina merupakan korban jerat pemburu dan harus diamputasi kakinya. Setelah mendapatkan perawatan medis di BKSDA dan kondisi keduanya membaik, harimau tersebut dipindahkan ke hutan karena di TWA Seblat lokasinya lebih layak dan harimau bisa diisolasi dari manusia untuk mempertahankan perilaku alaminya tetap normal. Namun tak ada akses jalan darat untuk menuju TWA Seblat, satu-satunya cara adalah harus menyeberanginya lewat Sungai Seblat.
Bersama dengan Wildlife Rescue Unit BKSDA Bengkulu dan TPCU (Tiger Protection and Conservation Unit) – TNKS, drh. Yanti melakukan relokasi menggunakan perahu. Sekitar 15 menit, drh. Yanti bersama dengan harimau di atas perahu menyeberangi Sungai Seblat dengan arus yang cukup deras. Dalam perahu, hanya ada drh. Yanti dan harimau saja karena ia harus mengontrol kondisi fisiologi harimau setiap saat selama terbius dan juga harus selalu membawa obat serta peralatan emergency bila ada kasus darurat yang perlu ditangani selama transportasi. “Sebagai dokter hewan yang bertanggung jawab terhadap pembiusan, saya tidak bisa meninggalkan harimau sendirian dalam kondisi terbius tapi harus terus memantau kondisinya dan berada di dekatnya,” jelasnya pada WWF-Indonesia.
Proses evakuasi mulai dari proses pembiusan di seberang sungai, menyeberangi sungai, hingga menandunya ke hutan tempat perawatan harimau membutuhkan waktu kurang lebih satu jam. Setiap 10 menit, dokter hewan pemberani ini berhenti untuk memeriksa tanda-tanda vital pada harimau (detak jantung, pernafasan, dan suhu tubuh).
Sebenarnya, drh. Yanti adalah Medik Veteriner (dokter hewan) & Wildlife Rescue Unit di BKSDA Bengkulu. Sejak tahun 2007, perempuan pemberani ini terlibat upaya penyelamatan harimau Sumatera bersama Tiger Protection and Conservation Unit atau lebih dikenal dengan sebutan PHS-KS, yakni Tim Patroli Harimau Taman Nasional Kerinci Seblat. Sejak saat itu, drh. Yanti sering membantu dalam rescue harimau dan memberikan pelatihan tentang rescue dan penanganan harimau bagi petugas lapangan, memberikan pelatihan tentang penanggulangan konflik satwa liar dengan manusia, membantu mengobati dan translokasi harimau yang bermasalah seperti korban jerat, luka tembak, keracunan, dan yang menderita penyakit infeksius. Selain itu, ia juga membantu dalam pemeriksaan forensik veteriner.
Saat menangani konflik harimau, perempuan yang dulunya bercita-cita menjadi arsitek ini tinggal bersama masyarakat yang terkena dampak konflik. Ia menjaga harimau dan memastikannya dalam kondisi aman dari incaran pemburu atau tindakan anarkis dari pihak lain, tapi pada saat yang bersamaan juga memberikan rasa aman pada masyarakat. Bersama dengan aparat desa dan mitra, drh. Yanti akan berpatroli untuk monitoring keberadaan harimau dan jalur jelajahnya, melakukan sosialisasi ke masyarakat tentang cara menghindari konflik dengan harimau, sosialisasi tentang desain kandang ternak yang aman dari serangan harimau, serta melakukan evakuasi bila ditemui harimau dalam kondisi bermasalah seperti sakit, melukai atau membunuh orang, terluka, dll.
Hingga saat ini, drh. Yanti bersama TPCU sudah menangani 4 individu harimau korban jerat, menderita penyakit infeksius, keracunan, dan korban konflik di Provinsi Jambi dan Bengkulu. Sedangkan bersama Wildlife Rescue Unit BKSDA Bengkulu, drh. Yanti sudah menangani 9 individu harimau di Provinsi Bengkulu. Sebagian besar merupakan korban jerat pemburu liar, menderita luka tembak, serta penganiayaan senjata tajam yang harus diamputasi. Ia juga pernah diperbantukan ke BKSDA Sumatera Barat untuk pemeriksaan medis dan ultrasonografi bagi harimau Sumatera yang akan dilepasliarkan kembali ke habitatnya.
Pengalaman berkesan
Selama berjuang menyelamatkan harimau Sumatera, pengalaman yang tak pernah dilupakannya adalah ketika pertama kali menyelamatkan harimau Sumatera korban jerat pemburu di perkebunan karet dan cokelat di Bengkulu Utara pada tahun 2007 silam. Kala itu tidak ada peralatan pembiusan dan obat-obatan yang memadai, hanya ada obat bius saja. Semua orang menuntut agar ia segera melakukan tindakan. Akhirnya harimau bisa diselamatkan dengan hand inject (suntik dengan tangan langsung). Orang-orang yang ada di lokasi mengamankan diri naik ke atas pohon karet. Di bawah hanya ada drh. Yanti, seorang polisi kehutanan, dan seorang anggota TNI. “Saya mendapat kritikan dari banyak orang karena yang saya lakukan sangat berbahaya dan beresiko. Tapi tak ada pilihan,” kenangnya.
Peristiwa penyelamatan harimau Sumatera pada tahun 2012 tak kalah berkesannya. Bersama TPCU TN. Kerinci Seblat dan Wildlife Rescue Unit BKSDA Bengkulu, drh. Yanti menyelamatkan harimau yang terjerat di kawasan Hutan Produksi Air Rami, Bengkulu. Untuk menjangkau lokasi, ia dan rombongan membutuhkan waktu tiga hari, terdiri dari satu hari perjalanan dengan mobil, dilanjutkan dua hari jalan kaki melewati beberapa perbukitan, jurang, dan menyeberangi sungai di bagian hulu. Mereka pun harus beradu kecepatan berjalan dengan pemburu yang juga masuk ke hutan pada waktu yang bersamaan untuk mengambil harimau itu. “Akhirnya harimau bisa diselamatkan. Kami melakukan operasi amputasi dan perawatan medis di dalam hutan selama lebih dari 7 hari. Setelah itu, baru dievakuasi ke kantor BKSDA Bengkulu untuk dilakukan pengobatan lanjutan dan operasi transplantasi kulit dan dirawat di sana sampai sembuh dengan fasilitas yang sangat terbatas,” drh. Yanti mengisahkan.
Menyelamatkan harimau tak berhenti dari melepaskan jerat dan evakuasi. Proses perawatan terkadang malah yang banyak menguras tenaga, pikiran, dan air mata. Penyelamatan harimau pada tahun 2014 adalah salah satu contohnya. Tanpa dukungan dana, drh. Yanti harus mengobati dan merawat dengan pakan mencukupi hingga ia harus melakukan penggalangan dana. Tak banyak yang tertarik membantu pada saat itu. Ada beberapa pihak dan individu yang membnatu. Terkadang ada bantuan, terkadang tidak. “Di saat saya sendiri kehabisan uang dan tidak mendapat bantuan pihak lain, serta mendapati kenyataan bahwa harimau lapar, saya hanya bisa menangis di kandangnya,” ujar drh. Yanti.
Semua upaya yang dilakukannya untuk harimau Sumatera didasari rasa cinta. Menurutnya, harimau adalah salah satu satwa liar yang punya toleransi dan balas budi, termasuk pada manusia yang pernah menolongnya, asalkan kita tidak pernah menyakitinya. Perilaku normalnya, harimau lebih memilih menghindari manusia. Harimau baru berkonflik dengan manusia bila anaknya dibunuh, harimau dilukai, habitatnya dirusak, dan satwa mangsanya diambil/ diburu. Jika tidak diganggu, harimau juga tidak akan mengganggu manusia. Satwa ini bahkan punya peran mengontrol hama tanaman pertanian dan perkebunan.
Di tengah keterbatasan fasilitas dan segala tantangan yang menghadang, drh. Yanti tetap berjuang menyelamatkan harimau Sumatera dengan penuh semangat. Kontribusinya bagi “kemerdekaan” satwa liar dilindungi menjadi inspirasi bagi kita untuk melakukan perjuangan serupa sesuai dengan kapasitas yang kita miliki. Kini saatnya kita bertanya pada diri sendiri, “Apa yang sudah kulakukan untuk negeri Indonesia tercinta ini?
Mari kita isi kemerdekaan dengan semangat memperjuangkan “kemerdekaan” satwa liar untuk hidup di habitat aslinya.