DISKUSI KONSERVASI: DALAM LINGKUNGAN YANG SEHAT, TERDAPAT JIWA YANG KUAT
Di masa pandemi Covid-19, semua orang berusaha menjaga kesehatan dari dalam agar terhindar dari penularan virus Corona. Namun, sebagian orang mungkin lupa bahwa lingkungan sekitar juga memengaruhi kesehatan dan kehidupan manusia. Lingkungan yang bersih sehat berati jauh dari kondisi yang menimbulkan penyakit. Lingkungan yang bersih akan menunjang terwujudnya hidup sehat.
Berangkat dari pemahaman tersebut, WWF-Indonesia mengadakan Diskusi Konservasi (DisKo) bertema “Dalam Lingkungan yang Sehat, Terdapat Jiwa yang Kuat” secara daring. Tujuan DisKo kali ini, agar para Supporter dan masyarakat umum dapat memahami pentingnya pemenuhan nutrisi untuk meningkatkan imunitas, juga tetap menjaga lingkungannya agar tetap lestari. Adapun narasumber yang berbagi informasi di antaranya Mia Kartina Fitri sebagai Deputy Director Partnership WWF-Indonesia & Certified Health Coach, Margareth Meutia sebagai Public Campaign Specialist, dan Saepul Hamdi Communication & Branding Manager Greeneration Foundation.
“Tetap sehat dengan nutrisi tepat,” demikian kata-kata pembuka yang mengawali diskusi dari Mia Kartina. Kalimat tersebut merupakan judul besar yang akan diuraikan oleh Mia pada sesi DisKo ini. Lalu, ia melanjutkan dengan serangkaian pertanyaan untuk mengulik permasalahan kesehatan yang mungkin dirasakan para peserta DisKo. “Apakah (kamu) akhir-akhir ini sering merasa lelah? Gampang marah, sedih, dan depresi? Bermasalah dengan pencernaanya, bahkan sulit tidur? Itu adalah salah satu tanda tubuh kita tidak mendapatkan nutrisi yang tepat,” kata dia.
Sejak bagian pembuka dialog, Mia mencoba mengungkapkan bahwa sumber penyakit bisa berawal dari perut. Maka itu, kesehatan seseorang dipengaruhi dengan pola konsumsi dan pemenuhan nutrisi harian. Peserta DisKo lalu diajak untuk belajar tentang pemenuhan nutrisi harian tubuh, dimulai dengan pengenalan dua macam yaitu nutrisi, yaitu nutrisi makro dan nutrisi mikro. Nutrisi makro terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak, sementara nutrisi mikro antara adalah vitamin dan mineral.
“Saat pandemi Covid-19 seperti ini, untuk meningkatkan imun tubuh, saya merekomendasikan untuk mengonsumsi makanan yang proses memasakanya minim dan hindari makanan instan, “ kata Mia. Lebih lanjut, ia juga menyarankan untuk makan sayur dan buah yang mengandung serat dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Tak lupa, Mia mengingatkan untuk mengonsumsi protein seperti ikan, unggas dan daging merah dalam satu pekan. Selain itu, perlu juga asupan vitamin tambahan seperti Omega 3, Vitamin B, Zinc, Calcium, dan Magnesium. “Untuk meningkatkan kekebalan tubuh, sebaiknya kita tetap berpikir positif, olahraga teratur, dan istirahat yang cukup,” tutur Mia saat memaparkan presentasinya.
Setelah sesi bersama Mia usai, giliran pembicara selanjutnya Margareth Meutia yang berbagi informasi kepada peserta DisKo. Maggie–sapaan akrab Margareth, mengangkat tema mengenai perubahan perilaku konsumsi saat pandemi Covid-19, serta dampak baik dan buruknya bagi lingkungan.
Pemaparan materi dimulai dengan penggambaran kondisi sebelum pandemi, di mana manusia di Bumi yang jumlahnya mencapai 7,8 Miliar orang, melakukan aktivitasnya masing-masing seperti sekolah, bekerja, belanja, berwisata, dan lainnya secara bersamaan. Hal ini mengakibatkan banyaknya polusi yang dihasilkan dari kendaraan. Namun, dengan adanya pandemi, kondisi dan kebiasaan berubah drastis, di mana seluruh aktivitas menjadi secara daring. Hal ini menyebabkan tingkat polusi dan emisi CO2 dari penggunaan kendaraan bermotor berkurang, dan permintaan produk lokal meningkat. Sementara itu, penggunaan listrik, air, kertas, tisu, dari sektor publik berkurang, namun produksi sampah dari rumah tangga meningkat. “Belajar dari pandemi, kita bisa melakukan aksi serentak dan menghasilkan dampak yang baik secara signifikan. Perubahan lingkungan yang diakibatkan, seperti polusi, deforestasi, kebakaran hutan, perikanan desktruktif mendukung virus merebak dan bermutasi,” tutur Maggie.
WWF-Indonesia menawarkan solusi yang sejalan dengan ajakan Maggie untuk mengurangi dampak lingkungan akibat aktivitas manusia, yaitu dengan #BeliYangBaik. Melalui kampanye ini, masyarakat diajak untuk mempertimbangkan kebutuhannya secara bijak, sehingga terhindar dari pembelian barang yang sebetulnya tidak dibutuhkan atau impulsive buying.
Cara mengaplikasikan #BeliYangBaik dalam kehidupan sehari-hari bisa dimulai dari #BeliYangLokal. Dengan mendukung produk lokal, konsumen akan mendapat harga yang lebih terjangkau, ikut menjamin kesejahteraan para petani, nelayan, dan pengrajin. Selain itu, konsumen juga bisa membiasakan #BeliYangAlami. Dengan menggunakan produk alami, maka imunitas tubuh meningkat sehingga bisa terhindar dari berbagai macam penyakit. Turunan dari kampanye #BeliYangBaik lainnya adalah #BeliYangAwet, artinya menggunakan peralatan seperti alat elektronik, sepatu, pakaian yang berkualitas baik, sehingga masa usia pemakaiannya semakin panjang.
Praktik #BeliYangBaik juga dapat dilakukan dengan #BeliYangEkolabel, dengan memilih produk tertentu, maka masyarakat bisa mendorong produsen untuk dapat menghasilkan dari alam lebih ramah lingkungan. Terakhir, konsumen bijak juga mesti memikirkan sampah hasil konsumsi #MauDibawaKemana. Masyarakat dapat meminimalisir sampah rumah tangga dengan membawa tas belanja sendiri, memprioritaskan untuk memasak makanan di rumah daripada memesan makanan dari luar. Peserta DisKo juga diingatkan untuk mendaur ulang kemasan agar bisa dimanfaatkan kembali di rumah.
Diskusi Konservasi kali ini pun mengundang Greeneration Foundation. Organisasi lingkungan non pemerintah ini bekerja sama dengan pemerintah setempat untuk mengajak dan mengubah kebiasaan masyarakat dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Saepul Hamdi, selaku Communication & Branding Manager Greeneration Foundation, berbagi informasi dalam kesempatan DisKo ini. Dalam diskusi, Saepul mengajak peserta untuk bisa lebih bertanggung jawab sebagai individu dalam masyarakat, dengan cara mempertimbangkan segala sesuatu dalam memenuhi kebutuhan, membeli yang dibutuhkan bukan yang diinginkan.
“Jangan hanya memikirkan saja, tapi merencanakan apa yang akan digunakan, setelahnya, lalu mulai beraksi untuk tetap bisa menjaga lingkungan walaupun tetap di rumah aja,” tutur Saepul. Lebih lanjut, Saepul mengajak agar masyarakat mulai memilah sampah agar para petugas kebersihan tidak terkena penyakit menular. Caranya dengan memberikan tanda atau tulisan pada sampah yang berpotensi menjadi media penyebaran penyakit menular. Lalu, gunakan masker kain untuk mengurangi timbulan sampah medis yang dihasilkan. Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak mengonsumsi produk berlebihan. “Sehingga semua orang tetap dapat menikmati produk yang dibutuhkan,” kata dia.
Berdasarkan data yang dihimpun Greeneration Foundation, selama PSBB (pembatasan sosial berskala besar) dan imbauan untuk melakukan aktivitas di luar rumah, sampah di lokasi publik dan komersil menurun. Namun berbanding terbalik dengan peningkatan volume sampah di rumah tangga. Berdasarkan data, timbunan sampah berkurang di beberapa kota selama pandemi. Sebagai contoh, sampah di Jakarta hanya 620 ton/hari, sementara sampah di Bogor 100 ton/hari, sampah Denpasar sekitar 300 ton/hari, dan sampah di Serang 3 ton/hari. Adapun sampah di Bandung menurun sebesar 40 persen.
Di penghujung acara, moderator menyimpulkan bahwa pandemi ini seolah memutus hubungan manusia dengan alam, dengan cara isolasi diri #dirumahaja. Di satu sisi, keadaan alam membaik di tengah pandemi. Seharusnya, kondisi ini tercipta karena manusia menjaganya, bukan virus yang memaksanya. Sebab, manusia sangat membutuhkan alam dan lingkungan yang sehat. Dengan menjaga lingkungan, warga dunia bisa menjamin kelangsungan hidup manusia hingga generasi yang akan datang.