CILIWUNG, SUMBER KEHIDUPAN UNTUK JAKARTA
Oleh: Wini Dewi Aliani
Sepanjang sejarah umat manusia sungai selalu memainkan peranan inti dari sebuah peradaban. Sejarah mencatat sungai Efrat dan Tigris, Nil, Gangga, dan Yan-tze sebagai pusat peradaban di masa lalu.
Di Indonesia, sungai Ciliwung memainkan peranan penting bagi tumbuhnya kota Jakarta yang di masa kini adalah kota terpenting di Indonesia beserta kota-kota penyangga di sekitarnya. Peninggalan sejarah menunjukkan kerajaan Pajajaran menggunakan sungai Ciliwung sebagai sarana transportasi utama dari ibukota kerajaan di Pakuan menuju ke laut.
Dengan panjang aliran 120 kilometer dari Gunung Gede hingga bermuara di Pelabuhan Sunda Kelapa, sungai Ciliwung telah menjadi saksi perkembangan kota Jakarta dari sejak kerajaan Pajajaran, penguasaan Belanda yang membangun kanal buatan, hingga permasalahan saat ini seperti banjir, kekeringan, dan kualitas air di Ibukota yang mewarnai kehidupan warga. Kondisi Sungai Ciliwung selalu mewarnai kehidupan kota Jakarta hingga kini.
Permasalahan sungai selalu berkaitan erat dengan permasalahan lain yang dialami masyarakat. Masalah dengan sungai seperti banjir dan kekeringan akan membawa masalah lain seperti permasalahan sosial dan ekonomi selain permasalahan teknis.
Salah satu upaya perbaikan sungai Ciliwung adalah dengan perbaikan daerah hulu dan daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung. Saat ini kondisi udara yang sejuk, kesuburan tanah, dan lokasi yang strategis daerah hulu dan DAS sungai Ciliwung menjadi penyebab perubahan akibat komersialisasi lahan secara agresif. Hal tersebut akan mengakibatkan meningkatnya potensi banjir sebagai akibat faktor topografi, kemunduran daerah resapan air, intensitas air hujan yang cukup tinggi, kekeringan, dan akhirnya tentu saja akan menimbulkan masalah bagi warga kota Jakarta dan sekitarnya.