BMP PENANGKAPAN UDANG RAMAH LINGKUNGAN
Penulis: Buguh Tri Hardiyanto (Capture Fisheries Assistant, WWF-Indonesia)
Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2012 terkait ekspor produk perikanan Indonesia, udang menduduki peringkat pertama komoditas perikanan yang paling banyak dijual ke mancanegara. Hal ini menunjukkan bahwa udang merupakan komoditas perikanan bernilai ekonomis tinggi.
Pada awal tahun 1960an, penangkapan udang dengan alat tangkap pukat harimau banyak dilakukan di Tanjung Balai dan Asahan, Sumatera Utara. Perkembangan usaha penangkapan dengan alat tangkap pukat harimau ini begitu cepat menjalar hingga ke pantai utara Pulau Jawa dan Laut Arafura. Hal ini dikarenakan alat tangkap tersebut dinilai memiliki efektivitas yang paling tinggi untuk menangkap udang. Namun pada tahun 1980, Pemerintah Indonesia mengeluarkan KEPRES No.39 Tahun 1980 yang melarang adanya pukat harimau dan kegiatan penangkapan yang menggunakan alat tangkap tersebut di perairan Indonesia, karena dinilai sangat merusak habitat dan ekosistem. Kebijakan tersebut menyebabkan produksi udang menurun drastis. Hingga akhirnya, pada tahun 1982, penggunaan pukat harimau diganti dengan pukat hela (trawl). Pukat hela sebenarnya hampir sama dengan pukat harimau, hanya saja lebih diatur penggunaannya, seperti ukuran mata jaring dan penggunaan Alat Pemisah Ikan (API).
Penggunaan alat tangkap pukat hela dalam menangkap udang tetap saja berdampak buruk pada habitat dan ekosistem. Hal ini terbukti dengan terjadinya penurunan stok udang di Indonesia, yang mana tertuang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 45/2011, yang menyebutkan komoditas udang dikategorikan sebagai komoditas perikanan yang dieksploitasi secara berlebihan (overexploited) di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pada tahun 2015, KKP mengeluarkan Peraturan Menteri No.2 mengenai pelarangan penggunaan alat penangkap ikan pukat hela dan pukat tarik (sein nets) di WPP Indonesia. Dengan adanya peraturan tersebut, diharapkan ada pemulihan alami pada sumber daya alam yang mengalami perusakan atau penurunan populasi akibat praktik perikanan tidak ramah lingkungan.
Dalam mendukung praktik perikanan berkelanjutan di Indonesia, WWF-Indonesia merilis Better Management Practices (BMP), Seri Panduan Perikanan Skala Kecil, Penangkapan Udang Ramah Lingkungan dengan alat tangkap jaring tiga lapis (trammel net). BMP ini merupakan salah satu panduan perikanan tangkap yang disusun oleh Tim Perikanan WWF-Indonesia dan dipublikasikan pada tahun 2015 ini.
BMP Penangkapan Udang yang dapat digunakan oleh para nelayan ini berisi panduan operasi penangkapan udang yang ramah lingkungan. Mulai dari proses persiapan operasi penangkapan, informasi alat tangkap udang yang ramah lingkungan, teknik operasi penangkapan udang, hingga penanganan dan pengemasan udang yang baik. Dengan mengadopsi BMP ini, nelayan tidak hanya menjaga kelestarian sumber daya udang dan keberlanjutan mata pencaharian mereka, tetapi juga mendapatkan keuntungan ekonomi dengan menjaga mutu udang yang ditangkap.
Penyusunan BMP Penangkapan Udang ini dilakukan melalui berbagai tahapan, yaitu:
- Pengumpulan data dari lapangan pada lokasi pilot project WWF-Indonesia di Berau;
- Diskusi bersama stakeholder terkait seperti pemerintah, akademisi, dan nelayan;
- Studi literatur hasil penelitian-penelitian lainnya.
BMP ini bersifat fleksibel (living document), yang mana akan terus disempurnakan sesuai dengan perkembangan di lapangan serta masukan pihak-pihak yang bersangkutan.
