BANGKITKAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT TAKALAR DENGAN PRAKTIK YANG BERTANGGUNG JAWAB
Penulis: Ghamal Nasser Wahab (Fasilitator Lokal Program Perbaikan Perikanan Budidaya WWF-Indonesia di Bone – Takalar)
Budidaya rumput laut bukan hal baru bagi masyarakat Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Takalar adalah salah satu daerah perintis budidaya rumput laut Gracilaria di Sulawesi Selatan. Sejak 1987, Takalar tumbuh sebagai salah satu produsen Gracilaria terbesar, urutan kelima setelah Luwu, Luwu Timur, Luwu Utara, dan Bone. Namun, kini, budidaya Gracilaria di Takalar menghadapi berbagai ancaman.
Tingginya salinitas air serta rendahnya kualitas dan kuantitas produksi menjadi masalah yang dialami pembudidaya Takalar. Hal ini diperburuk dengan praktik budidaya yang tidak bertanggung jawab, dan tidak berjalannya mekanisme kelembagaan kelompok. Padahal, kelompok dapat menjadi wadah bersama bagi para pembudidaya untuk mengatasi berbagai permasalahan.
Mengatasi hal tersebut, WWF-Indonesia bersama Celebes Seaweed Group (CSG), anggota Seafood Savers yang berbasis di Sulawesi Selatan dan bergerak di bidang ekspor rumput laut Gracilaria, melaksanakan Pelatihan Better Management Practices (BMP) Budidaya Gracilaria untuk para pembudidaya Takalar. Kegiatan ini adalah langkah awal dari rangkaian Program Perbaikan Perikanan Budidaya yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas produksi dan memastikan praktik budidaya dapat dilakukan dengan cara yang ramah lingkungan dan bertanggung jawab.
Sebanyak 25 peserta hadir dalam pelatihan yang berlangsung selama dua hari di Gudang CSG Takalar, 18-19 Oktober lalu. Mereka adalah pemilik tambak, teknisi tambak, dan perwakilan Dinas Kelautan Perikanan dan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Takalar.
Dalam kelas, peserta mendapat materi mengenai Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) dari Syamsuddin Dg. Serang (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar); Peningkatan Kualitas Gracilaria Sesuai Kebutuhan Industri oleh Asdar Marzuki (Celebes Seaweed Group); BMP Budidaya Gracilaria oleh Muh. Yusuf (WWF-Indonesia); dan Penguatan Kelompok Tambak oleh Hasyim (BP4K Kabupaten Takalar).
Materi tersebut menjawab hal-hal dasar yang menguatkan kapasitas mereka sebagai pembudidaya. Pada BMP Gracilaria, materi memuat aspek kelembagaan, legalitas, persiapan budidaya, konstruksi dan penanaman, pembibitan, pengelolaan air, hama, dan penyakit, pengelolaan panen dan pasca panen, aspek sosial, serta penguatan monitoring.
Sementara itu, CBIB diperlukan untuk mendorong praktek biosecurity atau tindakan pencegahan terhadap penyakit. CBIB menjamin keamanan pangan dalam bentuk disiplin sanitasi, serta memerhatikan kenyamanan dan keselamatan konsumen sejak pra produksi sampai pada distribusi.
Asdar Marzuki menjelaskan lebih dalam tentang persyaratan kualitas rumput laut yang dibutuhkan oleh industri. Mulai dari minimal lama pemeliharaan selama 45 hari, kadar air sekitar 15%, dan kadar kotoran 3%. Persyaratan tersebut untuk mengoptimalkan kadar gel, mencegah fermentasi, dan memastikan bebas kontaminasi.
Hasyim, penyuluh perikanan dari BP4K, banyak menjelaskan tentang pentingnya pembudidaya tergabung dalam kelompok. Dengan berkelompok, pembudidaya juga mendapat kemudahan dalam akses informasi teknis budidaya, informasi pasar, serta program-program dari pemerintah daerah setempat. Hari itu, pembudidaya juga mengunjungi tambak Gracilaria untuk meninjau langsung proses budidaya serta mempraktikkan metode pengukuran kualitas air.
“Pemerintah Kabupaten Takalar sangat mendukung setiap upaya pengembangan industri rumput laut di wilayah ini. Kami harap, seluruh peserta dapat mengambil manfaat yang sebanyak-banyaknya,” ungkap Syamsuddin Dg. Serang, perwakilan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar. Harapan tersebut diamini oleh seluruh pembudidaya Gracilaria yang hadir, sambil menantikan pertemuan selanjutnya untuk bisa belajar lebih banyak terkait penggunaan teknologi dalam budidaya Gracilaria.