AKTIVIS PEMUDA! CARA MENYENANGKAN UNTUK MENGURANGI SAMPAH PLASTIK!
Pagi itu, 20 anak muda berkumpul di Sungai Ciliwung yang melintasi dua provinsi padat penduduk di Pulau Jawa, yaitu Jawa Barat dan DKI Jakarta. Beberapa di antara mereka duduk santai sambil mengobrol satu sama lain. Ada yang menyeruput kopi, namun tak sedikit pula yang sibuk mempersiapkan perahu karet. Salah satu anak muda tampak antusias memompa udara untuk mengembang perahu karetnya.
Para anak muda yang rela bangun pagi-pagi itu tampak bersemangat untuk memuji-muji Ciliwung. Sungai yang berhulu di daerah Cibulao, Bogor, Jawa Barat, itu telah menyita perhatian mereka. Dimulai dari sudut kota yang sedang hujan, para milenial ini sudah siap melayangkan pandangan mereka pada kondisi terkini sungai yang bermuara di Laut Jakarta itu. Perlahan, perahu karet dikayuh, dan perjalanan pun dimulai. Air yang berwarna cokelat tampak beriak, terpengaruh oleh ayunan dayung. Tak jauh dari titik awal, para pendayung dadakan ini sibuk membersihkan dayung. Sampah plastik tak mau berkompromi, menempel di dayung.
"Ah, ada sarung kasur di sini!" seru Aurelie Moermans - Aurelie adalah seorang artis terkenal dari Indonesia, dan dia adalah salah satu pendukung WWF-Indonesia. Jarinya menunjuk ke sebuah sprei berukuran besar yang tertancap di sebuah batu besar dan tampak terkejut. WWF-Indonesia memang sengaja mengajak para pendukungnya untuk "mencicipi" air Sungai Ciliwung. Alih-alih menikmatinya, mata Aurelie malah terbelalak. "Wah, ada 'monster' plastik!" teriak aktris kelahiran 1993 ini sambil menunjuk sampah plastik. Kemasan-kemasan yang tidak bisa didaur ulang itu menempel di akar-akar pohon di sepanjang tepi sungai. Tak lama kemudian, Aurelie terlihat sibuk berswafoto di depan "monster" tersebut. Tidak hanya sampah plastik yang ditemukan di sepanjang perjalanan, tapi kotoran manusia pun terkadang juga melintas. Jika ditelusuri, sampah plastik yang membuat mata Aurelie terbelalak bukanlah cerita baru. Di Indonesia, jumlah sampah mencapai 175.000 ton per hari, dengan DKI Jakarta sendiri membuang 7.000-7.500 ton per hari ke Sungai Ciliwung. Sekitar seperempat dari jumlah tersebut adalah sampah plastik.
Pada tahun 2022, riset Waste4Change menunjukkan bahwa setidaknya ada 87,52% atau 244,72 ton per hari sampah plastik fleksibel yang dihasilkan di wilayah DKI Jakarta, yang masih berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Dari total tersebut, hanya 2,99% plastik fleksibel yang didaur ulang, 0,78% diolah di PLTS, dan 8,72% tidak terkelola dan dapat berakhir di sungai. Jumlah sampah Jakarta dalam dua hari sama dengan tinggi Candi Borobudur. Fakta yang sangat mengejutkan ini sungguh memilukan. Lantas, apakah isu sampah plastik bisa menarik perhatian anak muda di Indonesia? Ternyata, untuk mengurangi sampah plastik yang masuk ke alam dan dikonsumsi oleh mamalia laut. Hal ini didukung oleh data dari Wageningen University pada tahun 2018 yang menunjukkan bahwa 20.000 sampah plastik berukuran lima milimeter masuk ke Laut Jawa setiap jamnya. WWF-Indonesia melalui program Plastic Smart City (PSC) berupaya mengurangi sampah plastik yang masuk ke alam sebesar 30% di Jakarta, Bogor, dan Depok. Selain bekerja sama dengan Bank Sampah, program ini juga berfokus pada anak muda untuk mengurangi konsumsi sampah plastik namun tidak tahu harus mulai dari mana. Program ini dinamakan program Youth Activist (YES).
Program ini berawal dari banyaknya relawan WWF-Indonesia yang sebagian besar adalah anak muda yang ingin berpartisipasi dalam mengurangi sampah plastik. Kami kemudian merancang sebuah program bekerja sama dengan Yayasan Pembangunan Berkelanjutan (YPBB) untuk membuat peta jalan bagi individu, terutama anak muda, yang ingin mengurangi konsumsi plastik dalam kehidupan sehari-hari. Di antara peta jalan tersebut, audit sampah plastik individu dilakukan untuk mengetahui jumlah konsumsi plastik sebelum mengikuti program ini. Hasilnya akan dibandingkan di akhir program, untuk mengetahui jumlah konsumsi plastik yang dihasilkan selama enam bulan program berlangsung. Program ini dibagi menjadi dua bagian: mentor dan aktivis muda. Mentor adalah anak muda berusia 25-35 tahun yang akan membimbing rekan-rekan mereka yang lebih muda. Pada angkatan pertama, pendaftaran mentor dibuka melalui media sosial WWF-Indonesia. Awalnya, ada 100 pendaftar yang kemudian diwawancarai dan diseleksi menjadi 20 orang. Seleksi ini dilakukan untuk melihat komitmen para mentor, mengingat komitmen waktu yang dibutuhkan dalam proses pendampingan. Dari 20 mentor ini, kami melakukan pelatihan offline, termasuk metode audit sampah plastik, mengelola sampah organik dengan metode keranjang Takakura, public speaking, dan lain-lain. Pada angkatan pertama, 200 anak muda mendaftar sebagai Aktivis Muda. Setelah melalui proses wawancara, panitia mengerucutkannya menjadi sekitar 149 orang. Pembatasan ini dilakukan karena terbatasnya jumlah mentor dan sumber daya untuk mengelola program ini. Untuk pendampingan aktivis muda, satu orang mentor bertanggung jawab untuk mendampingi 5-7 orang Youth Activist (YA). Setelah dipasangkan dengan mentornya, berbagai tugas telah menanti mereka, dan program ini dilakukan secara online setiap dua minggu sekali. Para mentor juga bertugas untuk mengecek perkembangan anak didiknya dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Salah satu anggota YA adalah Dwi Ninta P atau Phita. Perempuan berusia 24 tahun ini bercerita bahwa ia sudah sadar akan pentingnya mengurangi sampah plastik, namun ia tidak tahu bagaimana cara memulainya. Phita terpanggil saat melihat berita tentang beberapa paus yang terdampar. "Saat diotopsi, ada sekitar 1 ton sampah plastik di dalam perut paus tersebut," ujar Phita sambil menutupi wajahnya. "Dari situ, saya berpikir bahwa sebagian plastik yang ada di dalam perut paus tersebut mungkin berasal dari sampah saya," lanjutnya dengan raut wajah sedih. Phita kemudian mulai mencari cara untuk mengurangi sampah plastik secara individu.
Selama proses ini, Phita melihat media sosial WWF-Indonesia yang mencari anak muda yang tertarik untuk bergabung dalam program Youth Activist. "Wah, cocok sekali," kata Phita. Tanpa ragu, Phita pun mendaftar, dan setelah melalui proses wawancara, ia pun diterima. Bersama dengan 149 YA lainnya, Phita memulai perjalanannya untuk mengurangi sampah plastik. Program ini dimulai dengan memberikan fakta-fakta mengenai pentingnya mengurangi sampah plastik dan jenis-jenis sampah plastik, yaitu single layer dan multilayer. Plastik multilayer adalah yang paling menantang untuk dikelola, seperti lapisan dalam kemasan makanan yang terbuat dari logam. Sampah jenis ini harus dipisahkan sebelum dapat dikelola. Bagian yang paling penting adalah audit sampah plastik individual. Audit ini dilakukan untuk mengetahui konsumsi atau kebiasaan penggunaan plastik sehari-hari. Dalam kegiatan sehari-hari, para aktivis muda ini harus menghitung dan memotret jenis-jenis plastik yang mereka gunakan selama satu minggu. Setelah satu minggu, jumlah dan berat konsumsi plastik ditentukan. Kemudian, mereka mulai mengurangi sampah plastik dengan membawa botol minum dan tempat makan lengkap dengan peralatan makannya untuk setiap kegiatan. Jumlah ini kemudian akan dibandingkan dengan hasil program YA atau selama tiga bulan, yang menunjukkan angka pengurangannya.
"Awalnya memang berat," kata Phita. Ia melanjutkan, "Banyak godaan, teman-teman mengajak saya untuk membeli makanan dengan plastik. Dan kalau tempat makan saya kotor, saya tidak bisa beli lagi karena belum dicuci atau lupa bawa." Phita mengaku terkadang masih tergoda untuk membeli mie instan yang menggunakan plastik. "Tapi lama kelamaan saya merasa malu karena berada di lingkungan teman-teman aktivis lingkungan yang semangat mengurangi sampah plastik," jelasnya dengan antusias. "Sekarang saya selalu membawa tumbler dan wadah makanan ke mana-mana. Selain itu, saya juga mulai mengajak orang-orang di rumah untuk memilah sampah plastik," tambah Phita. Pada tahun 2023, program YA memasuki batch 2, dan Phita kembali mendaftar, namun kali ini ia naik jabatan menjadi mentor. Angka akhir pengurangan pada program batch 1 ini adalah 56,7%, yang diperoleh dari total audit pertama (baseline) sebesar 10,76 kg, sedangkan total audit 2 sebesar 4,6 kg, yang berarti terjadi pengurangan sekitar 6 kg dalam satu minggu. Kemudian, program pengurangan ini diperpanjang menjadi 3 bulan, dan berhasil mengurangi 56,7 kg sampah plastik. Angka ini mungkin terlihat kecil, tetapi bukan itu tujuannya; aspek yang lebih penting adalah perubahan perilaku para anggotanya. Jika semua anak muda di Jakarta, Bogor, dan Depok berpartisipasi dalam program ini, jumlah sampah plastik yang berhasil dikurangi adalah 248 ton per hari. Dengan kata lain, program ini setidaknya dapat mengurangi sampah plastik yang masuk ke alam, termasuk ke Sungai Ciliwung.