PERLINDUNGAN GAMBUT AGAR DIPRIORITASKAN
JAKARTA. KOMPAS - Pemerintah membuat sejumlah program seperti rencana penanaman satu miliar pohon untuk mewujudkan target reduksi emisi 26 persen pada tahun 2020. Akan Tetapi, hal ini masih mengundang kritik. Pemerintah seharusnya lebih memprioritaskan perlindungan lahan dan hutan gambut untuk menekan pelepasan emisi karbon ke atmosfer.
""Emisi karbon dari lahan gambut di Indonesia mencapai 40 persen. Tetapi ironis sekali, pemerintah tidak menempatkan perlindungan gambut sebagai prioritas,"" kata Juru Kampanye Hutan Grrenpeace Asia Tenggara Bustar Maitar dalam konferensi pers, Kamis (14/1) di Jakarta
Bustar mencontohkan sebuah ironi ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di dalam forum internasional Konferensi Perubahan Iklim PBB Kerangka Kerja Konvensi PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCQ baru-baru ini di Kopenhagen, Denmark, menggembar-gemborkan target reduksi emisi 26 persen pada 2020 secara sukarela, ""Pada saat yang hampir bersamaan, penghancuran lahan gambut di Semenanjung Kampar, Riau, terus berlangsung,"" tambah Bustar.
Dia mengatakan, penanaman satu miliar pohon itu bagus. Tetapi, sejak zaman pemerintahan Presiden Soeharto pun kerap dicanangkan penanaman pohon dan kondisi hutan tetap terus berkurang.
""Greenpeace menuntut pada tahun 2010 ini, supaya pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono konsisten dengan komitmen reduksi emisi 26 persen pada 2010 dengan tindak lanjut perubahan kebijakan,"" katanya.
Dua hal yang ditekankan supaya dijadikan kebijakan pemerintah saat ini meliputi larangan konversi lahan dan hutan gambut Langkah lain, yaitu pencapaian deforestasi nol atau moratorium pada hutan primer.
Bustar juga menyampaikan, rencana tata ruang nasional pun harus dikritisi. Sebab, penyusunannya mengindikasikan usaha memuluskan konversi hutan.
Yuyun Indradi, anggota Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara, mengatakan, pemerintah temyata memasukkan peran industri perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri untuk memperbesar stok karbon.
Pemerintah juga menekankan bahwa kedua hal itu telah berkontribusi dalam hal keuangan negara, tetapi data menunjukkan kontribusi keduanya tidaklah terlampau besar.
""Hutan tanaman industri selama ini hanya berkontribusi pada keuangan negara tidak melebihi 3 persen, sedangkan perkebunan kelapa sawit hanya berkontribusi sebesar 0,85 persen,"" kata Yuyun. (NAW)