SENYUM SUMRINGAH PETERNAK BERKAT BIOGAS
Senyum Yati Rochayati (29) terus mengembang. Warga Kampung Cicadas, Desa Cicadas, Kecamatan Sagalakerang, Kabupaten Subang, Jawa Barat ini tak mampu menyembunyikan rasa bahagianya, tatkala berceritera soal perjalanan merangkak sukses berternak sapi perah.
Ia sosok perempuan gigih. Bersama suami tercinta, Asep Hidayat (29), ia berani ambil keputusan - keluar kerja dari pabrik tekstil di Bandung. Keduanya sepakat pulang kampung, mulai merintis usaha ternak sapi perah. Jerih payah pasangan suami-isteri (pasutri) itu tak sia-sia. Yati dan suaminya berhasil mengembangkan usaha ternak sapi perah dengan baik. ""Dalam sebulan, kami bisa mengumpulkan uang Rp 1.600.000 bersih. Ini setelah dipotong cicilan bank, pembelian pakan kosentrat, dedak atau mako, iuran koperasi, dan simpanan hari raya lebaran,"" ungkapnya.
Dengan uang hasil beternak sapi perah itu, pasangan tersebut juga mampu merehabilitasi rumah, membeli motor baru, kebutuhan sehari-hari, dan membeli sepetak tanah. ""Tanah itu kami tanami hijauan makanan ternak,"" ujarnya. Sebelum adanya program biogas, Yati menghabiskan minimal dua jam untuk mencari kayu bakar untuk memanaskan air yang akan digunakan untuk membersihkan badan sapi perah. Selain itu, Yati juga harus membersihkan kandang sapi dari kotoran sapi untuk menjaga kualitas susu yang dihasilkan.
Sejak diperkenalkan dengan teknologi biogas yang dikembangkan oleh PT Tirta Investama - perusahaan air mineral dalam kemasan yang mengusung merek AQUA Yati bersama peternak sapi perah lain mengaku, pola hidup mereka kini telah berubah. Dulu, tenaga dan waktu habis untuk cari pakan ternak dan kayu bakar. Sekarang sejak ada biogas, praktis tak lagi menebang pohon.
Yati bersama 202 peternak lain yang tergabung dalam program biogas tersebut memperoleh bantuan kredit dari sebuah bank untuk pengadaan peralatan biogas. Perangkat seharga Rp 2,7 juta ini untuk mengolah kotoran sapi menjadi sumber energi biogas, dan 50% dari harga tersebut di subsidi oleh Danone Groupe. Gas yang dihasilkan bisa digunakan untuk menyalakan kompor dan listrik, seperti lazimnya orang perkotaan mengunakan gas elpiji untuk memasak.
Yati menjelaskan, satu ember kotoran sapi dicampur satu ember air dimasukkan dalam bak mixing (pencampur). Lalu, diaduk hingga encer. Dalam tempo enam-delapan jam berproses hingga jadi biogas. Gas tersebut bisa digunakan untuk masak selama empat jam. Jika pengisian kotoran dilakukan pagi dan sore, tersedia gas cukup untuk masak selama delapan jam. Semakin banyak kotoran dimasukkan ke dalam bak mixing, semakin banyak pula ketersediaan biogas dalam tabung biodigester.
Ketersediaan biogas yang melimpah, kata Yati, tak hanya untuk memenuhikebutuhan memasak sehari-hari. Tapi, juga memasak air untuk memandikan sapi kesayangan. ""Kandang bersih, pakan terjamin, mandi sapi terawat, akan mempengaruhi produksi susu,"" tambah Yati sumringah.
Mamat Sutialarang (46) - peternak yang pernah meraih sukses sebagai penghasil susu terbanyak di antara peternak binaan Danone Groupe - mengatakan program biogas itu sangat membantu para peternak. ""Biaya hidup kami lebih hemat. Kami tidak perlu lagi membeli membeli minyak tanah, gas elpiji, atau mencari kayu bakar berjam-jam. Sebab, sudah ada biogas,"" papar Mamat Sutialarang.
Michael Liemena, Corporate Communication PT Tirta Investama, menuturkan program biogas di Subang akan terus dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan. PT Tirta Investama bekerja sama dengan LSM lokal yaitu Yayasan Mitra Masyarakat Mandiri Sejahtera mengembangkan program biogas untuk melindungi daerah tangkapan air dari deforestasi di daerah Subang Selain itu untuk mitigasi perubahan iklim akibat terlepas-nya gas rumah kaca (metana) yang dihasilkan dari kegiatan peternakan. Michael bersyukur, program biogas di Subang tergolong sukses. Peternak bisa menikmati hasilnya. Tingkat hidup dan kesejahteraan masyarakat juga meningkat.