"THE MIRROR NEVER LIES” DIPUTAR DI FESTIVAL FILM INTERNASIONAL BERLIN 2012
Oleh Adji Santoso
Berlin (20/02)-Film layar lebar perdana WWF, “The Mirror Never Lies” yang bercerita tentang kehidupan suku Bajo di Wakatobi, Sulawesi Tenggara mengundang antusiasme para penikmat film di Berlin, Jerman. Film kolaborasi Pemerintah Kabupaten Wakatobi, WWF-Indonesia,dan SET Film Workshop ini diputar pada Festival Film Internasional Berlin atau yang lebih dikenal dengan Berlinale 2012.
Eko dan Gita Novalista, pemeran cilik dalam film “The Mirror Never Lies” berangkat melintas samudra dan benua menghadiri ajang pertemuan sineas kelas dunia di belahan eropa. Menjelajah 13 jam perjalanan udara bukanlah hal yang mudah bagi remaja asli Bajo itu yang terbiasa dengan laut. Bersama dengan sang sutradara, Kamila Andini, para bintang cilik itu disambut antusias oleh Dubes Republik Indonesia di Berlin Eddy Pratomo yang didampingi Direktur Jenderal Nilai Budaya Seni dan Film Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Ukus Kuswara dalam sebuah jamuan makan malam.
Singkat cerita, rombongan TMNL mendarat sekitar pukul 11:45 waktu setempat. Pada hari yang sama juga, TMNL diputar untuk pertama kalinya pada festival film tersebut di sebuah pusat kebudayaan kota Berlin “Haus der Kulturen der Welt.” Gedung dengan kapasitas 1000 tempat duduk tampak riuh dipenuhi penonton belia berumur belasan tahun yang didampingi oleh orangtua mereka. Saat melintasi “Red Carpet,” rasa tegang bercampur lelah menyelimuti Eko, Gita dan Kamila Andini. Namun antusiasme yang tinggi dari para penonton serta merta menyulap ketegangan mereka.
Sepanjang film berlangsung tepuk tangan dan gelak canda bergemuruh mengakhiri setiap adegan. Pasca pemutaran film, sesi tanya jawab pun digelar. Beberapa pertanyaan pun terlontar dari para penonton. Danish: Ob der Vater war gestorben Farn? (Apakah ayah Pakis benar meninggal?), Ist das die Wahrheit? (Apakah ini kejadian sebenarnya?). Pertanyaan lain yang menggelitik dan mengeksplorasi rasa ingin tahu anak-anak tentang film ini, dijawab dengan lugas melalui penerjemah asal Indonesia,seorang mahasiswa yang bertugas sebagai “Liason Officer” (LO). Setelah tanya-jawab, Eko pun menyempatkan menyapa penonton dengan bernyanyi dengan bahasa Bajo, persis seperti salah satu adegan dalam film itu. Para penonton pun berkesempatan mendapatkan tanda tangan dari para pemain dan sutradara “The Mirror Never Lies”.
Selama tiga hari diputar di festival tersebut, apresiasi publik di Berlin cukup baik terhadap film ini. Terbukti dari dipenuhinya Haus der Kulturen der Welt yang berkapasitas 1000 orang. Selama dua hari tayang disana, tak tampak satupun kursi yang kosong. Tidak lupa film theater Friedrichshain yang berkapasitas 325 orang, selalu dipenuhi anak-anak. Total penonton yang menyaksikan film “The Mirror Never Lies” mencapai sekitar 2300 orang.
Pagelaran festival film internasional Berlin ditutup oleh malam penganugrahan penghargaan kategori “Generation Kplus” yang diikuti 15 film dari sekitar 10 negara Asia-Pasific, Eropa dan Afrika. Penghargaan “Crystal Bear for the Best Film” diraih filmArcadia oleh sutradara Olivia Silver dari Amerika.