TEKNOLOGI TERKINI SIBAK JALUR GLOBAL MIGRASI MAMALIA BESAR PENGUASA LAUT
13 Juni 2025 - Terobosan besar bagi konservasi Paus, Mamalia laut berplasenta, yaitu BlueCorridors.org. Ini merupakan sebuah platform atau wadah digital untuk mendukung aktivitas online yang menggabungkan tiga dekade data pelacakan Paus secara global dengan informasi tentang ancaman laut serta solusi perlindungannya. BlueCorridors.org ini merupakan kerjasama antara WWF dengan koalisi global yang terdiri dari ilmuwan kelautan, masyarakat sipil, pemerintah dan para inovator teknologi. Koridor Biru ini merupakan pertama kalinya di dunia untuk pemetaan secara digital jalur migrasi Mamalia besar penguasa laut dan dapat diakses oleh publik untuk mendukung ilmu pengetahuan, kebijakan, dan upaya perlindungan laut di seluruh dunia.
Platform ini diluncurkan menjelang Hari Laut Sedunia (8 Juni) dan Konferensi Laut PBB di Nice, Negara Prancis (9–13 Juni), sebagai bagian dari upaya memperkuat pencapaian target internasional untuk melindungi 30% wilayah laut pada 2030 sebagaimana ditetapkan dalam Kerangka Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal. Portal ini juga menegaskan pentingnya ratifikasi Perjanjian Laut Lepas PBB (BBNJ Agreement) dan memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan Dekade Ilmu Kelautan yang dicanangkan oleh PBB.
BlueCorridors.org tidak hanya menekankan kebutuhan akan aksi kolaboratif untuk mencapai semua tujuan global dan kerangka kebijakan tersebut—khususnya target 30x30—tetapi juga memberikan panduan praktis yang dapat diterapkan.
Di dalamnya terdapat visualisasi data pelacakan satelit dari lebih dari 50 kelompok riset global, termasuk Oregon State University, University of California Santa Cruz, University of Southampton, dan banyak lainnya. Peta-peta ini menelusuri jalur migrasi utama yang menghubungkan paus dengan habitat penting untuk berkembang biak, mencari makan, dan bersosialisasi di seluruh cekungan samudra—rute yang penting tidak hanya untuk kelangsungan hidup paus, tetapi juga untuk kesehatan ekosistem laut.
Namun, jalur kehidupan ini menghadapi ancaman yang terus meningkat. Meski upaya konservasi telah berlangsung selama beberapa dekade, tujuh dari 14 spesies paus besar masih berstatus terancam punah atau rentan, menghadapi berbagai risiko yang kian meningkat akibat tabrakan dengan kapal, jeratan alat tangkap ikan, kebisingan bawah laut, polusi plastik, hingga dampak perubahan iklim yang semakin cepat.
BlueCorridors.org menawarkan solusi yang krusial dan inovatif: alat interaktif yang kuat yang menggabungkan data migrasi paus dengan berbagailapisan ancaman laut dan prioritas konservasi, untuk mendukung upaya perlindungan lintas batas negara dan lintas sektor.
“Koridor biru bukan sekedar jalur migrasi, namun juga jalur kehidupan bagi raksasa laut dan ekosistem yang bergantung pada mereka,” kata Chris Johnson, Pimpinan Global WWF untuk Inisiatif Perlindungan Paus dan Lumba-lumba. “Platform ini mengubah puluhan tahun sains menjadi perangkat untuk aksi—menunjukkan kapan, di mana, dan bagaimana paus perlu dilindungi di tengah lautan yang terus berubah cepat.”
Fitur utama platform ini mencakup peta pergerakan paus berdasarkan spesies dan waktu, data konservasi dari mitra seperti IUCN-IMMA (Important Marine Mammals Area), serta informasi zona ekologis penting untuk perencanaan kawasan konservasi. Platform ini juga menyajikan lapisan ancaman seperti jalur pelayaran, aktivitas penangkapan ikan, dan dampak perubahan iklim, serta studi kasus yang menyoroti area rawan dan solusi yang dapat diterapkan oleh pemerintah.
“Inilah masa depan konservasi—terbuka, kolaboratif, dan berbasis sains,” ujar Dr. Ryan Reisinger, salah satu pemimpin inisiatif dari University of Southampton, Inggris. “Dengan menghubungkan ancaman dan solusi, platform ini mendukung perencanaan kelautan yang lebih cerdas dan terkoordinasi lintas sektor dan batas negara.”
BlueCorridors.org dikembangkan dari laporan kolaboratif “Protecting Blue Corridors” (2022) yang pertama kali memetakan migrasi paus secara global dan merumuskan aksi konservasi regional yang terarah—mulai dari Pasifik Timur dan Laut Mediterania hingga Samudra Selatan. Platform digital baru ini menjawab kebutuhan akan alat konektivitas laut yang berbasis sains dan dapat diakses secara terbuka untuk publik, dengan publikasi metodologi dan desain kolaboratif yang ditinjau oleh para ahli yang akan dirilis pada akhir tahun 2025.
“Ini lebih dari sekadar peta—ini adalah sebuah gerakan,” tutup Johnson. “Dengan menggabungkan sains mutakhir, inovasi digital, dan narasi kreatif, kami memberikan peluang baru bagi paus. Platform ini mencerminkan keselarasan langka antara sains, masyarakat sipil, dan kebijakan—bekerja bersama untuk melindungi raksasa laut melalui transparansi, data, dan komitmen bersama.”
Di Indonesia, upaya konservasi Mamalia Laut ini masih menghadapi berbagai tantangan meskipun wilayah perairannya menjadi jalur penting bagi migrasi berbagai spesies paus besar. Beberapa kawasan seperti Laut Sawu, Perairan Alor, Laut Banda, Selatan Bali, Perairan Wakatobi diketahui sebagai habitat penting untuk beristirahat, mencari makan, dan bermigrasi bagi paus sperma, paus biru kerdil, serta paus bersirip. Namun, aktivitas pelayaran, perikanan yang tidak selektif, dan kebisingan bawah laut terus mengancam keberadaan mamalia laut ini.
Direktur Konservasi Jenis dan Genetik, Ditjen Pengelolaan Kelautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Sarmintohadi, S.Pi, M.Si menyampaikan “Platform BlueCorridors.org memperkuat upaya global dalam melindungi spesies laut migratori dengan menyediakan data ilmiah yang terbuka dan dapat dipercaya. Bagi Indonesia, ini menjadi terobosan penting untuk memperkuat kebijakan konservasi berbasis bukti, khususnya dalam pengelolaan paus dan mamalia laut lain yang melintasi perairan kita. Kolaborasi internasional seperti ini sangat penting agar perlindungan spesies bisa dilakukan secara terpadu dan lintas batas negara.”
Ranny R. Yuneni selaku Koordinator Nasional untuk Program Spesies Laut Dilindungi dan Terancam Punah, WWF-Indonesia juga menyampaikan ""BlueCorridors.org menjadi penghubung antara sains kolaboratif dan aksi nyata di lapangan. Sebagai bagian dari inisiatif ini, WWF-Indonesia terus mendorong upaya konservasi cetacea melalui pemetaan habitat penting, penerapan langkah-langkah mitigasi terhadap berbagai ancaman, serta pengembangan kawasan konservasi berbasis Cetacea atau kelompok mamalia penghuni lautan. Dukungan juga diberikan dalam penyusunan dan implementasi Rencana Aksi Nasional (RAN) untuk perlindungan Cetacea di Indonesia."
- SELESAI –
Dokumentasi:
https://drive.google.com/drive/folders/1ivW1Nrr_jXCNo7tkntOirBjrgfKPetCu?usp=sharing
Untuk informasi lebih lanjut:
Karina Lestiarsi, Communication Officer Yayasan WWF Indonesia | klestiarsi@wwf.id
Tentang WWF-Indonesia
Yayasan WWF Indonesia adalah organisasi masyarakat madani berbadan hukum Indonesia yang bergerak di bidang konservasi alam dan pembangunan berkelanjutan, dengan dukungan lebih dari 100.000 suporter. Misi Yayasan WWF Indonesia adalah untuk menghentikan penurunan kualitas lingkungan hidup dan membangun masa depan di mana manusia hidup selaras dengan alam, melalui pelestarian keanekaragaman hayati dunia, pemanfaatan sumber daya alam terbarukan yang berkelanjutan, serta dukungan pengurangan polusi dan konsumsi berlebihan. Untuk berita terbaru, kunjungi www.wwf.id dan ikuti kami di X (Twitter) @WWF_ID | Instagram @wwf_id | Facebook WWF-Indonesia | Youtube WWF-Indonesia
Tentang Inisiatif Blue Corridors
Protecting Blue Corridors adalah inisiatif kolaboratif yang melibatkan komunitas ilmuwan dan pelaku konservasi mamalia laut untuk memvisualisasikan risiko yang semakin meningkat terhadap paus dan mengidentifikasi solusi konservasi konektivitas laut guna mendukung kebijakan berbasis sains.
Sebuah tim tata kelola inti yang terdiri dari organisasi sains dan konservasi terkemuka di dunia mengawasi inisiatif ini, termasuk pengelolaan data, transparansi, dan pengembangan platform
BlueCorridors.org. Tim
Dr Rochelle Constantine (University of Auckland, Selandia Baru), Dr Violaine Dulau (Globice, Pulau Reunion), Dr Ari Friedlaender (University of California, Santa Cruz, AS), Chris Johnson (WWF), Dr Daniel Palacios (Oregon State University / Center for Coastal Studies, AS), Dr Simone Panigada (Tethys Research Institute, Italia), Dr Rui Prieto (University of Azores), Dr Ryan Reisinger (University of Southampton, Inggris), Dr Els Vermeulen (University of Pretoria, Afrika Selatan), dan Dr Alex Zerbini (University of Washington, AS).
Website: https://bluecorridors.org
Kontributor Peneliti
Dr Olivier Adam (Sorbonne University, Prancis); Dr Virginia Andrews-Goff (Australian Antarctic Program); Dr Artur Andriolo (Instituto Aqualie, Brasil); Dr Marie-Anne Blanchet (Norwegian Polar Institute); Dr Natalia Botero Acosta (Fundación Macuáticos, Kolombia); Dr Gill Braulik (IUCN); Dr Emma Carroll (University of Auckland – Aotearoa Selandia Baru); Dr Salvatore Cerchio (African Aquatic Conservation Fund, AS/Senegal); Dr Mariano Coscarella (CONICET Argentina); Dr Tim Collins (Wildlife Conservation Society); Dr Solène Derville (French IRD, Kaledonia Baru); Valeria Falabella (WCS, Argentina); Dr Steven Ferguson (DFO Kanada); Dr Sabrina Fossette (Megaptera, Australia); Dr Claire Garrigue (Operation Cétacés, Kaledonia Baru); Dr Raul Gonzalez (Universidad Nacional del Comahue, Argentina); Dr Rob Harcourt (Macquarie University, Australia); Dr Mads Peter Heide-Jørgensen (Greenland Institute of Natural Resources); Dr Helena Herr (University of Hamburg, Jerman); Erich Hoyt (IUCN SSC-WCPA Task Force, Inggris); Prof. Kit Kovacs (Norwegian Polar Institute); Dr Véronique Lesage (DFO Kanada); Dr Christian Lydersen (Norwegian Polar Institute); Dr Gianna Minton (IUCN SSC-WCPA, Belanda); Dr Giuseppe Notarbartolo di Sciara (IUCN SSC-WCPA, Italia); Viola Panigada (Duke University, AS); Dr Christian Ramp (University of St Andrews, Inggris); Dr Leena Riekkola (University of Auckland); Dr Audun Rikardsen (UiT Norway); Dr Howard Rosenbaum (WCS, AS); Dr Anjara Saloma (Cétamada, Madagaskar); S. Mduduzi Seakamela (DFFE, Afrika Selatan); Maia Sarrouf Willson (Environment Society of Oman); Dr Maritza Sepúlveda (Universidad Valparaíso, Chili); Greg Schorr (Marine Ecology and Telemetry Research, AS); Dr Mariano Sironi (Instituto de Conservación de Ballenas, Argentina); Dr Kate Sprogis (University of Western Australia); Dr Laurène Trudelle (Université Paris-Saclay, Prancis); Dr Marcela Uhart (University of California Davis, AS/Argentina); Dr Michel Vely (MEGAPTERA, Prancis); Dr Andrew Willson (Future Seas, Oman); dan Josh Wilson (University of Southampton, Inggris).
Kurasi dan Analisis Data
Ocean Predator Ecology Lab di University of Southampton meneliti bagaimana faktor lingkungan dan aktivitas manusia memengaruhi perilaku dan distribusi predator laut. Dengan menggunakan berbagai alat seperti biologging, remote sensing, analisis isotop stabil, pembelajaran mesin, dan analisis jaringan, laboratorium ini mendukung konservasi laut dan pengelolaan ekosistem.
Website: https://beacons.ai/opelresearch
Mitra Teknologi – Ode
Ode adalah kelompok ilmuwan, ahli strategi, desainer, dan insinyur dengan pengalaman bertahun-tahun di organisasi seperti NASA, Gedung Putih, dan Google X. Tim Ode menghadirkan keahlian mendalam dalam pengelolaan data, desain, dan berbagai sektor iklim, mulai dari pangan dan pertanian hingga pengamatan bumi.
Website: https://ode.partners/en
Koordinasi Proyek
Protecting Whales & Dolphins Initiative WWF adalah program konservasi global yang menyatukan sains, kebijakan, dan kemitraan untuk bersama-sama merancang solusi yang mengurangi ancaman, melindungi habitat penting, dan memastikan populasi cetacea yang sehat dan berkelanjutan.
Website: https://wwfwhales.org