Kembali

© Yayasan WWF Indonesia/M Zikri Ulhaq

 



Perkuat Pengelolaan Kepiting Bakau di Maluku Tenggara dalam Rencana Kerja Pokja

Posted on 16 March 2022
Author by Sukron Alfi Rintiantoto – WWF Indonesia

Kepiting bakau merupakan salah satu komoditas unggulan yang berasal dari Pulau Kei Kecil, Maluku Tenggara. Rata-rata bobot yang mencapai 2 kg per ekor membuat kepiting bakau ini memiliki daging yang tebal dan diminati banyak penggemar makanan laut. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku dan Yayasan WWF Indonesia telah menginisiasi program perbaikan perikanan kepiting bakau di Pulau Kei Kecil sejak tahun 2016.

Pada 12 Januari 2022, dibentuklah Kelompok Kerja (Pokja) Kepiting Bakau Maluku Tenggara yang difasilitasi oleh Yayasan WWF Indonesia sebagai mitra DKP Provinsi Maluku. Pembentukan Pokja ini didasarkan pada hasil dari pertemuan para pemangku kepentingan pada Januari 2021 agar dapat mempermudah implementasi Rencana Aksi Program Perbaikan Perikanan Kepiting Bakau di Kabupaten Maluku Tenggara. Salah satu program dalam rencana aksi tersebut yaitu penerapan Monitoring, Control, and Surveilance (MCS) atau Pemantauan, Pengendalian dan Pengawasan. Program ini akan dituangkan kedalam rencana kerja dimana semua pemangku kepentingan akan bekerja sama dalam meningkatkan pengelolaan serta pengawasan perikanan kepiting bakau di Maluku Tenggara.

Pertemuan yang diadakan secara daring dan luring tersebut dihadiri oleh DKP Provinsi Maluku, Dinas Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara, Bappeda Provinsi Maluku, PSDKP Tual, Cabang Dinas Kelutan dan Perikanan Gugus Pulau VIII, Universitas Pattimura, Politeknik Negeri Perikanan Tual, LC EAFM UNPATTI, perwakilan nelayan, perwakilan tokoh adat, dan pejabat desa. Peserta kegiatan merupakan perwakilan para pemangku kepentingan terkait pengelolaan kepiting bakau di Pulau Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara.

Pada sambutannya dalam pertemuan Pokja, Kepala DKP Provinsi Maluku, Dr. Abdul Haris, S.Pi, M.Si menyampaikan salah satu bentuk dukungan DKP Provinsi Maluku adalah turut aktif melakukan diskusi-diskusi dengan para pemangku kepentingan pengelolaan kepiting bakau Maluku Tenggara. Ia juga menghimbau kepada para peserta yang merupakan anggota Pokja agar bersama mempercepat proses perbaikan perikanan ini.

“Tentunya kami dari DKP Provinsi Maluku akan terus mendukung program perbaikan perikanan ini agar pengelolaan kepiting bakau di Ohoi/Desa Evu menjadi percontohan perikanan kepiting bakau di wilayah Maluku lainnya khususnya Maluku Tenggara untuk tetap menjaga kualitas dan berpegang pada prinsip perikanan berkelanjutan,” tambahnya.

Pada kegiatan ini, Viktor Nikijuluw dari Conservation International Indonesia juga memaparkan perihal Indeks Kesehatan Laut Indonesia (IKLI) tentang indikator pada status Kesehatan laut Indonesia dalam  atasan geografis tertentu dan dalam waktu tertentu. Indonesia memiliki nilai IKLI sebesar 65 yang artinya kebijakan dan aksi Kesehatan laut Indonesia masih belum begitu bagus dimana nilai maksimal IKLI adalah sebesar 100. Viktor juga menyampaikan agar tetap melestarikan nilai-nilai kearifan lokal pada implementasi program perikanan ini.


Gambar 1. Perwakilan peserta pertemuan rapat Pokja Kepiting Bakau Maluku Tenggara yang terdiri dari pemangku kepentingan terkait komoditas perikanan kepiting bakau di Provinsi Maluku. (WWF Indonesia/Hery Davidson P. Siahaan)

Rencana kerja Pokja Kepiting Bakau ini disusun berdasarkan rencana aksi program perikanan yang telah disepakati pada pertemuan-pertemuan sebelumnya dengan para pemangku kepentingan. Rencana aksi yang telah disusun bersama pemangku kepentingan hingga tahun 2025 namun, forum sepakat dalam mengakomodiasi arahan kepala dinas bahwa peprlu mempercepat implementasi maka rencana kerja disusun hingga tahun 2024. Pokja sendiri memiliki tugas sebagai panel konsultatif, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan program terkait perikanan kepiting bakau dan akan dipimpin oleh DKP Provinsi Maluku dalam hal ini di ketuai oleh Kepala Bidang Pengelolaan Ruang Laut DKP Provinsi Maluku Bapak Dr. Ir. Erawan Asikin, M.Si . 

Pokja ini merupakan salah satu cara untuk menerapkan pengelolaan multi-stakeholders yang terdiri dari unsur pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, pemer, serta pemerintah terkait, tokoh adat, kelompok masyarakat, pemerintah desa dan akademisi. Dalam kegiatan ini telah disepakati bahwa skema pemantauan bulanan akan dilakukan dan dipimpin oleh DKP Provinsi Maluku baik dalam konteks formal maupun non-formal. Setiap masing-masing penanggungjawab melaporkan kepada ketua Pokja dalam hal ini Bapak Erawan Asikin selaku Kepala Bidang Pengelolaan Ruang Laut DKP Provinsi Maluku. 

Setiap mitra peran masing-masing, seperti untuk penelitian dan analisis akan ditangani oleh Universitas Pattimura Ambon dan Politeknik Tual, penyusunan regulasi yang dapat mendukung program akan diupayakan oleh Pemerintahan seperti DKP Provinsi dan Kabupaten akan mengupayakan regulasi yang mendukung program, sedangkan masyarakat/kelompok nelayan sebagai pemangku kepentingan kunci turut andil dalam praktik pelaksanaan pemanfaatan perikanan secara bertanggung jawab.

“Yayasan WWF Indonesia dalam hal ini akan turut mendukung dan mengawal implementasi rencana kerja yang telah disusun dan disepakati pada pertemuan ini,” ujar Andeas Hero Ohoiulun, Project Executant WWF Indonesia untuk wilayah Maluku.

Salah satu kesepakatan dalam pertemuan ini yakni adanya sistem monitoring dan evaluasi kinerja Pokja, yang akan dilakukan setiap bulan. Pemantauan ini dilakukan menggunakan media formal maupun informal, dan setiap enam bulan sekali diadakan pertemuan formal untuk membahas dan mengevaluasi proses kegiatan dari rencana kerja yang telah disusun bersama. 

 

Gambar 2. Peserta pertemuan menandatangani berita acara kesepakatan pembahasan skema monitoring, evaluasi dan rencana kerja Pokja Kepiting Bakau Maluku tenggara. (WWF Indonesia/Hery Davidson P. Siahaan)

 

Gambar 3. Kepiting bakau di Kei Kecil memiliki ukuran yang cukup besar dan dikelola pemanfaatannya dengan baik menjadi potensi besar bagi Kelompok Usaha Bersama (KUB) Wear Manun di Desa Evu, Kecamatan Hoat Sorbay untuk memperluas pemasaran. (Yayasan WWF Indonesia/M Zikri Ulhaq)


Cerita Terkini

Panduan Mewujudkan Wisata Bahari yang Berkelanjutan dan Bertanggung Ja

Sebagai negara yang memiliki wilayah laut yang lebih luas dibandingkan daratannya, keindahan alam pesisir Indonesi...

Sistem Akuntabilitas Bisa Atasi Krisis Polusi Plastik, Menurut Laporan

Gland, Switzerland (5 Maret 2019) – Krisis global polusi plastik berpotensi makin memburuk kecuali semua pi...

Penyelamatan Badak Sumatera yang Terancam Punah, Membawa Harapan Baru

Jakarta, 29 November 2018. Pemerintah Indonesia dan Sumatran Rhino Rescue, sebuah aliansi yang terdiri dari lembag...

Get the latest conservation news with email