© Yayasan WWF Indonesia / Renny Suruan
Kawasan konservasi Jeen Womom merupakan area konservasi peneluran penyu belimbing yang berada di distrik Tobouw kabupaten Tambrauw, Provinsi Papua Barat Daya, Papua. Dalam kawasan ini terdapat dua kampung yang kaya akan keanekaragaman hayati dan non hayatinya. Kedua kampung tersebut adalah kampung Resye yang memiliki luas + 3268,65 Ha dan kampung Womom yang memiliki luas ± 9.201,85 Ha. Untuk menuju kedua kampung ini, transportasi yang dapat digunakan yaitu perahu long boat dan jasa perintis Kapal PELNI melalui KM (Kapal Motor) Sabuk Nusantara dari Jayapura.
Alam menjadi bagian sangat penting dan tidak terpisahkan karena mampu menyediakan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat kampung Wowom dan kampung Resye. Dan, pemanfaatan sumber daya alam ini tidak hanya didominasi oleh laki-laki, namun juga kaum perempuan.
Kegiatan domestik rumah tangga yang bergantung pada sumber daya alam dan jasa lingkungan banyak diperankan oleh perempuan mulai dari mengakses air bersih, mengambil bahan makanan (karbohidrat dan protein) serta mengambil bahan baku obat-obatan. Oleh karena itu, kaum perempuan dari kedua kampung yang akan merasakan dampak dari perubahan iklim yang terjadi, karena tanggung jawab akan tersedianya pangan untuk keluarga menjadi tanggung jawabnya.
Pekerjaan utama perempuan di kedua kampung adalah berkebun selain juga mengatur rumah tangga. Mereka perlu memastikan kapan waktu terbaik untuk memulai penanaman dan memilih jenis tanaman yang cocok di tanam di kebun. Tingkat curah hujan menjadi indikator untuk menentukan musim tanam dan panen yang baik bagi mereka. Menurut Ester Yesnat, salah satu penduduk di kampung Womom, saat memasuki musim kemarau, kebun sangat rentan untuk terbakar sehingga kurang cocok untuk waktu tanam. “Kami pernah kehilangan kebun langsat, rambutan, durian, keladi dan sayuran saat kebakaran lahan, trauma sekali kalau diingat kembali,” ungkapnya.
Gambar. Mama Ester
Dok. PIONER – Renny Suruan
Untuk itu, Lembaga Swadaya Masyarakat, Pioner Tanah Papua memfasilitasi kaum perempuan di Kampung Womom dan Resye untuk mengidentifikasi wilayah kelola perempuan adat seperti kebun yang menjadi lumbung pangan mereka, pada akhir tahun 2022 lalu. Melalui program Voices for Just Climate Action (VCA), lembaga PIONER mendorong peningkatan kapasitas kelompok perempuan agar dapat melakukan aksi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Kegiatan diawali dengan mengidentifikasi wilayah kelola perempuan adat di kampung Resye dan Womom yang dilakukan secara pastisipatif diikuti kelompok perempuan yang ada di kedua kampung dengan kisaran usia dari 16 – 50 tahun.
Masyarakat dari kedua kampung yang terlibat dalam diskusi menyampaikan pandangannya terkait dampak perubahan iklim yang dialami seperti bencana kebaran hutan yang sering terjadi saat musim kemarau, sehingga mereka membuat aturan untuk tidak membuat api saat berada di kebun atau hutan. Kebakaran hutan dan lahan membuat sebagian besar tanaman yang berada di kebun habis terbakar. Karena itu, warga kampung membuat kebun pekarangan sebagai alternatif cadangan stok pangan rumah tangga mereka. Hal ini menggambarkan bagaimana perempuan yang terdampak dari perubahan iklim, mampu untuk beradaptasi dan melakukan aksi mitigasi dalam menyelamatkan kehidupan keluarga.
Mengidentifikasi wilayah kelola perempuan adat
(Dok. PIONER – Renny Suruan)
Hasil dari kegiatan yang dilakukan yakni mengidentifikasi wilayah kelola berdasarkan pemahaman dari kaum perempuan, yang kemudian secara partisipatif dibuat dalam peta indikatif wilayah Kelola perempuan. Di mana, dalam peta indikatif ini menuangkan informasi tentang wilayah mereka sendiri terutama pada wilayah-wilayah dari kebun yang selama ini menjadi lumbung pangan mereka.
Upaya lain sebagai aksi peningkatan kapasitas perempuan adat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yaitu dengan membentuk kelompok pengelola olahan keripik di kampung Womom. Ketua kelompok telah berhasil untuk mendapatkan satu rumah produksi keripik. Rumah ini didapatkan setelah berdiskusi dengan kepala kampung dan diperkuat dengan komunikasi istri kepala kampung yang juga adalah anggota dari kelompok pengelola.
PIONER menganggap perempuan-perempuan yang tergabung dalam kelompok pengelola sudah mampu melakukan proses lobby kepada saudara laki-laki dan suami mereka untuk mendukung pengembangan kelompok pengelola.
Dari proses identifikasi pengelolaan sumber daya alam dalam wilayah, menunjukan kaum perempuan memiliki banyak peran dalam memberikan informasi sebaran, potensi, lokasi dan jenis-jenis sumber daya alam dan jasa lingkungan yang sering dikelola secara komunal untuk pemenuhan kebutuhan domestik. Perempuan lebih mengetahui lokasi sumber daya yang mereka butuhkan, maupun jenis yang biasa dimanfaatkan. Selain itu, mereka juga memberikan gambaran mengenai wilayah yang sesuai untuk membuka kebun atau menanam sayuran serta umbi-umbian dengan kondisi cuaca atau musim tertentu.
Wilayah ini dikelola dan dikembangkan dengan pengetahuan dan kearifan lokal yang mereka miliki. Penting juga diketahui bahwa perempuan tidak hanya rentan terhadap perubahan iklim, tetapi mereka juga aktor atau agen perubahan yang efektif terkait dengan mitigasi dan adaptasi. Perempuan sering memiliki pengetahuan dan keahlian yang kuat yang dapat digunakan dalam mitigasi perubahan iklim, strategi pengurangan bencana dan adaptasi.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
INDIGENOUS WOMEN IN JEEN WOMOM, SOUTHWEST PAPUA IN MANAGING NATURAL RESOURCES
Jeen Womom conservation area is a leatherback turtle
nesting area located in Tobouw District, Tambrauw Regency, Southwest Papua
Province, Papua. In this area there are two villages that are rich in
biodiversity and non-biological resources. The two villages are Resye village
which has an area of + 3268.65 Ha and Womom village which has an area of ±
9,201.85 Ha. To get to these two villages, a person must use a long boat and
PELNI Ship pioneer services through KM (Motor Boat) Belt Nusantara from
Jayapura city.
Nature is very important and an inseparable part of the
community because it is able to provide what the people of Wowom and Resye
village need. And, the use of natural resources is not only dominated by men,
but also women.
Many domestic household activities that depend on natural
resources and environmental services are taken on by women, ranging from
accessing clean water, taking foodstuffs (carbohydrates and proteins), and foraging
raw materials for medicines. Therefore, women from both villages are the first
to feel the impact of climate change that occurs, because providing food for
the family is their responsibility.
The main occupation of women in both villages is gardening as well as managing the household. They need to ascertain when is the best time to start planting and choose the type of plant that is suitable for planting in the garden. The level of rainfall becomes an indicator to determine the growing season and a good harvest for them. According to Ester Yesnat, one of the residents in Womom village, when entering the dry season, the garden is very vulnerable to burning so it is not suitable for planting time. "We have lost langsat, rambutan, durian, taro, and vegetable gardens during land fires, it is very traumatic if we think back," she said.
Picture. Mama Esther
(Doc. PIONEER – Renny Suruan)
For this reason, the Non-Governmental Organization, Pioner
Tanah Papua facilitated women in Womom and Resye villages to identify
indigenous women's management areas such as gardens that became their food
granaries, at the end of 2022. Through the Voices for Just Climate Action (VCA)
program, the PIONER institution encourages capacity building of women's groups
to be able to take action to mitigate and adapt to climate change. The activity
began by identifying the management areas of indigenous women in Resye and
Womom villages which was carried out participatively followed by women's groups
in both villages with an age range of 16 – 50 years.
People from both villages involved in the discussion expressed their views regarding the impact of climate change such as forest fire disasters that often occur during the dry season, so they made rules not to make fires while in the garden or forest. Forest and land fires burned down most of the plants in the garden. Therefore, villagers create yard gardens as an alternative to their household food stock reserves. This illustrates how women affected by climate change are able to adapt and take mitigation actions to save their families' lives.
Identify areas managed by indigenous women
(Doc. PIONEER – Renny Suruan)
The result of the activities carried out is to identify
management areas based on understanding from women, which is then participatory
in making an indicative map of women's management areas. Where, in this
indicative map poured information about their own territory, especially in
areas of the garden that had been their food granary.
Another effort as an action to increase the capacity of
indigenous women in the management and utilization of natural resources is by
forming a chip processing management group in Womom village. The head of the
group has managed to get one chip production house. This house was obtained
after discussion with the village head and strengthened by the communication of
the village chief's wife who is also a member of the management group.
The pioneer considered that women who are members of the
management group have been able to lobby their brothers and husbands to support
the development of the management group.
From the process of identifying natural resource management
in the region, it shows that women have many roles in providing information on
the distribution, potential, location, and types of natural resources and
environmental services that are often managed communally to meet domestic
needs. Women are more aware of the location of the resources they need, as well
as the types they usually use. In addition, they also provide an overview of
areas suitable for opening gardens or growing vegetables and tubers within certain
weather conditions or seasons.
This region is managed and developed with the local knowledge and wisdom they have. It is also important to know that women are not only vulnerable to climate change, but they are also effective actors or agents of change related to mitigation and adaptation. Women often have strong knowledge and expertise that can be used in climate change mitigation, disaster reduction, and adaptation strategies.
Selama hampir 20 tahun WWF dan Inter IKEA Group telah bermitra untuk mendorong dampak positif lingkungan dalam ber...
Jakarta, 22 September 2019 -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutana (KLHK) pada Jumat, 20 September 2019 berte...
Mengambil momen Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 78 dan Hari Orangutan Sedunia yang diperingati setiap tangg...
Get the latest conservation news with email