© Yayasan WWF Indonesia
.
Air sebagai salah satu kebutuhan penting dalam kehidupan sehari-hari memberikan banyak manfaat yang tak terbendung bagi seluruh makhluk hidup. Memenuhi rasa terima kasih, begitu lekatnya air dalam tatanan hidup manusia mengalir sebagai sumber dari kehidupan ini. Beragam nilai budaya mengajarkan bagaimana manusia menjaga alam dan sekitarnya. Jernihnya air mengalir, sebagai bukti sumber daya air kita harus dijaga. Namun, tak bisa dipungkiri polusi air menjadi bagian dari masalah yang harus terselesaikan. Lalu bagaimana kini manusia bisa menjaganya?
Green School Foundation, mengusung serangkaian kegiatan bertemakan “Water: The Flowing Source of Life” sebagai bentuk mewujudkan misi menciptakan dampak yang lebih berkelanjutan serta memperkaya pengalaman belajar ke lebih banyak komunitas agar hal yang dikerjakan dapat lebih berkelanjutan. Hal ini pula yang membawa Green School Foundation memilih untuk bermitra dengan Signing Blue, Yayasan WWF Indonesia. Tepat di awal bulan April 2021, Green School Foundation secara resmi bekerja sama dengan Signing Blue sebagai Blue Partner. Mengawali kerjasama tersebut, rangkaian kegiatan talk series ini diadakan sebagai bentuk komitmennya dalam menjalankan program dan praktik terbaik yang berkelanjutan demi lingkungan.
Kegiatan yang diadakan bertepatan di Hotel Titik Dua Ubud, Bali ini dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan secara ketat. Jarak antara peserta satu dan lainnya diatur, serta penyesuaian dengan protokol kesehatan turut dilakukan. Menjelang sore hari, pukul 16.00 WITA satu persatu peserta hadir dalam kegiatan tersebut. Obrolan ringan satu dan lainnya, menghangatkan suasana sambil menunggu dentuman mic isyarat acara dimulai. Menyambut pemateri dari berbagai kalangan yang dipandu oleh moderator Kania Maniasa dari Green School Foundation, ia memperkenalkan 4 pemateri yang hadir di kegiatan tersebut yaitu Perdana Scholastika (Jatiluwih Subak Community), Gede Indra Pratama (Green School Bali Scholar), Gary Benchegib (Sungai Watch), dan Ratih Permitha (Responsible Marine Tourism, Yayasan WWF Indonesia).
Diskusi panel diawali oleh Perdana Scholastika atau yang akrab dipanggil Pak Scho ini mewakili komunitasnya dari Jatiluwih Subak Community memaparkan bahwa air sangat berpengaruh terhadap kehidupan sehari-harinya terutama ketikaia bersama rekannya mengawali projectnya di Jatiluwih. Sumber-sumber air yang mengalir pada subak memberikan banyak sekali manfaat untuk masyarakat di sekitarnya.Meski begitu, ia tahu bahwa terdapat ancaman sampah plastik yang harus dituntaskan bersama-sama dengan dukungan masyarakat lokal dan pemerintah daerah.
Selain Pak Scho, Gede Indra Pratama sebagai Green School Bali Scholar juga menyampaikan aksi yang telah ia lakukan. Sebagai pemuda yang memiliki kecintaannya sendiri terhadap aktivitas berselancar ini, Gede menceritakan alasan ia memulai aksinya. Keresahan yang disampaikan saat ia melihat banyaknya sedotan plastik sekali pakai yang ia temukan saat melakukan aktivitas di laut, ia mulai belajar tentang masalah sampah besar yang dihadapi. Saat itulah ia memulai aksinya yang dinamai dengan “The Final Straw”, Gede mengajak restoran lokal atau 'warung' di tepi pantai untuk mulai menggunakan sedotan bambu sebagai pengganti sedotan plastik.
Tidak hanya Pak Scho dan Gede saja yang menyampaikan aksi yang telah mereka lakukan. Diskusi panel ini juga dilanjutkan oleh Gary Benchegib sebagai Founder dari Sungai Watch yang menyampaikan aksinya untuk mencegah ancaman sampah dan polusi sampah plastik pada aliran sungai di Bali. Salah satunya adalah dengan barriers sungai yang ia buat dengan timnya bersama masyarakat lokal. Barriers ini memberikan dampak yang sangat positif untuk mencegah terjadinya kebocoran sampah yang terbawa aliran sungai sampai ke laut.
Penyampaian diskusi berikutnya datang dari Ratih Permitha sebagai perwakilan dari team Responsible Marine Tourism, Yayasan WWF Indonesia. Ia menyampaikan inisiasi Program Signing Blue sebagai langkah awal bagi para mitra untuk memulai melakukan praktik-praktik wisata yang berkelanjutan demi mewujudkan pariwisata bahari yang bertanggung jawab melalui peranannya masing-masing sebagai Blue Traveller, Blue Partner, maupun Blue Allies.
Selama kurang lebih 90 menit diskusi pun diakhiri dengan tanggapan, saran, dan pertanyaan dari peserta yang hadir. Setelah menutup diskusi sore itu, Ibu Kania selalu moderator menyampaikan beberapa poin dan harapannya dari acara tersebut. Ajakan kolaborasi dan kerjasama membangun ekosistem serta lingkungan kita lebih baik lagi untuk mencegah ancaman polusi yang akan dan sedang dihadapi.
Dengan bergabungnya Green School Foundation sebagai Blue Partner, besar harapan kolaborasi ini dapat meningkatkan kesadartahuan publik terhadap praktik-praktik berkelanjutan yang dapat dilakukan baik secara individu, kelompok, perusahaan maupun pihak lainnya.
Last but not least, Congratulations to Green School Foundation for taking part in Signing Blue! Together, for better and more responsible tourism.
Suasana pagi itu, begitu tenang, sunyi dan sepi. Salah satu masyarakat di Desa Labuan berjalan menyusuri pesisir p...
Sebagai negara kepulauan dengan 17.508 pulau, luas laut 5,8 juta km2, serta panjang garis pantai 99.093 km (BPS In...
Penulis: Windy Rizki (Capture Fisheries Officer, WWF-Indonesia)Better Management Practices (BMP), Seri P...
Get the latest conservation news with email