Bangkitkan Kejayaan Udang Windu, Sejumlah Pembudidaya di Brebes Menjadi Percontohan Budidaya Udang yang Baik
Posted on 26 November 2022
Author by MA Indira Prameswari - Marine Communication and Creative Designer Assistant
Sejumlah petambak menjadi pionir dalam program Demo Pond (Tambak Percontohan) untuk membangkitkan popularitas udang windu di Kabupaten Brebes. Program ini diusung oleh Yayasan WWF Indonesia dan anggota Seafood Savers, PT Misaja Mitra, serta didampingi oleh Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau-Kementerian Kelautan dan Perikanan (BBPBAP-KKP) Jepara, Jawa Tengah. Hasil sampling udang windu yang dibudidayakan dengan praktik-praktik budidaya yang baik selama 104 hari menunjukkan udang mencapai ukuran yang diinginkan pasar, yakni 35-40 ekor per kilogram.

Kelompok pembudidaya skala kecil di Brebes yang merupakan rantai pasok untuk PT Misaja Mitra mengikuti program Sekolah Tambak yang menerapkan praktik perbaikan budidaya udang windu.
Komoditas udang windu merupakan spesies asli Indonesia dan sempat menjadi komoditas udang unggulan negara. Udang windu juga masih banyak dicari di pasaran, terutama di pasar ekspor. Kini, popularitasnya tergeserkan oleh jenis udang lain di kalangan pembudidaya Kabupaten Brebes karena udang windu dinilai kurang menguntungkan dan kurang produktif. Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas udang windu, di antaranya persiapan dan pengelolaan tambak yang tidak, menurunnya kualitas air dan tanah untuk berbudidaya, sesuai standar serta rendahnya kualitas dan kuantitas benih.
Guna meningkatkan popularitas udang windu di kalangan petambak, Yayasan WWF Indonesia bersama PT Misaja Mitra dan BBPBAP-KKP Jepara mendampingi 10 hektar tambak udang windu sebagai percontohan di Kabupaten Brebes. Pembudidaya terpilih kemudian mengikuti penyuluhan dalam Sekolah Lapang Tambak untuk mempelajari dan menguatkan pengetahuan standar dan prosedur praktik-praktik budidaya yang baik. Kini, mereka melakukan demonstrasi budidaya udang windu yang baik dalam program Demo Pond. Ada pun praktik-praktik yang dilakukan petambak di antaranya melakukan pengeringan tambak tanpa bahan kimia, menggunakan benih berkualitas bebas penyakit yang asal-usulnya jelas, dan menggunakan bahan-bahan alami untuk meningkatkan pakan alami bagi udang.

Seorang pembudidaya menimbang rata-rata hasil panen untuk evaluasi sekolah tambak percontohan
“Hasil sampling terakhir, udang windu mencapai ukuran rata-rata 28,57 gram per ekor. Itu sudah masuk ke dalam ukuran 35-40. Harapannya praktik budidaya yang baik juga dapat meminimalisir dampak budidaya terhadap lingkungan, seperti penurunan stok udang windu di alam. Selama ini, benih dihasilkan dari indukan alam, sehingga kita perlu meningkatkan produktivitas budidaya udang windu agar penggunaan benih menjadi efisien" ujar Dandy Eko Prasetiyo dari Yayasan WWF Indonesia.
Program Demo Pond diharapkan dapat memberikan contoh panen udang windu yang bagus sehingga meningkatkan animo masyarakat untuk kembali mempopulerkan budidaya udang windu. Penerapan praktik-prakitk budidaya baik dapat meningkatkan produktivitas udang windu yang optimal.

Dalam sekolah tambak percontohan semua proses dari pemilihan benih udang windu hingga proses pasca panen mengikuti panduan praktik perbaikan budidaya udang windu.
"Kami menargetkan adanya peningkatan angka kelangsungan hidup dan hasil panen, sehingga kebutuhan pasar akan udang windu dapat terpenuhi. Diharapkan produksi udang windu yang ramah lingkungan dapat menarik perusahaan ekspor untuk membeli komoditas asli Brebes," ujar Budhi dari PT Misaja Mitra.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
REVIVING THE POPULARITY OF TIGER SHRIMP, FARMERS IN BREBES HAVE BECOME A GOOD EXAMPLE OF SHRIMP FARMING
In Brebes Regency, several farmers have become pioneers in the Demo Pond pilot program to increase the popularity of tiger shrimp. This program is carried out by WWF Indonesia, members of the Seafood Savers platform, PT Misaja Mitra, and the Center for Brackish Water Aquaculture in the Ministry of Marine Affairs and Fisheries (BBPBAP-KKP) in Jepara, Central Java. Results from the program show that tiger shrimp that are cultivated with good cultivation practices for 104 days reach the market’s optimal desired size, which is 35-40 heads per kilogram. The tiger shrimp is a native species in Indonesia and was once the country's leading shrimp commodity. Tiger shrimp is also still in demand, especially in the export market. Currently, its popularity is replaced by other species of shrimp among Brebes Regency farmers because tiger shrimp is considered less profitable and productive. There are multiple factors that cause low productivity of tiger shrimp, including the preparation and management of ponds, declining quality of water and soil for cultivation, and the low quality and quantity of seeds.
In order to increase the popularity of tiger shrimp among farmers, WWF Indonesia, together with PT Misaja Mitra, and BBPBAP-KKP Jepara, monitored 10 hectares of tiger shrimp ponds as a pilot program in Brebes Regency. Selected farmers take part in education modules at the Fishpond Field School (Sekolah Lapang Tambak) to learn good cultivation practices for tiger shrimp. Currently, they are demonstrating good tiger shrimp farming at the Demo Pond pilot program. There are several best management practices for shrimp farming, such as drying the pond without chemicals, using quality disease-free seeds with clear traceable origins, and using natural ingredients to feed the shrimp. A farmer weighs the average yield of tiger shrimp for evaluation at the pilot pond school
"In the last sampling result, tiger shrimp reached an average size of 28.57 grams per head. The shrimp already fits into the size category of 35-40 shrimp per kilo. It is hoped that good cultivation practices can also minimize the environmental impact of the cultivation, such as decreasing tiger shrimp stocks in nature. So far, seeds are produced from natural broodstock, so we need to increase the productivity of tiger shrimp cultivation so that the use of seeds becomes efficient," said Dandy Eko Prasetiyo from the WWF Indonesia Foundation.
The Demo Pond program is expected to provide an example of a good tiger shrimp production so that it may increase public interest in re-popularizing tiger shrimp farming. The application of good aquaculture practices can increase the optimal productivity of tiger shrimp. In the pilot pond school, all processes, from the selection of tiger shrimp seeds to the post-harvest process, follow strict guidelines to improve tiger shrimp farming practices.
"We are targeting an increase in survival rates and crop yields so that the market's need for tiger shrimp can be met. It is hoped that the production of environmentally friendly tiger shrimp can attract export companies to buy commodities native from Brebes," said Budhi from PT Misaja Mitra.